Perancangan Turbocharger Untuk Mesin Diesel 2500 cc

Dengan Injeksi Langsung


 

Tugas Akhir


 

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Disusun Oleh

Nama :

NIM : 

Kiswantoko

015214 045 


 


 

Program Studi Teknik Mesin

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2005


 


 


 


 


 


 


 


 

Turbocharger Design for Direct Injection

2500 cc Diesel Engine


 


 

Final Project


 


 

Presented as partitial fulfilment of the requirement

as to obtain the Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

by

Kiswantoko

Student Number : 015214045


 


 


 


 


 

Mechanical Engineering Study Program

Mechanical Engineering Departement

Engineering Faculty

Sanata Dharma University

Yogyakarta

2005

TUGAS AKHIR

Perancangan Turbocharger Untuk Mesin Diesel 2500 cc

Dengan Injeksi Langsung


 

Disusun oleh:


 

Nama    : Kiswantoko

NIM    : 015214045


 

Telah disetujui oleh:


 

Pembimbing I


 


 


 


 

Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. 


 


 


 


 


 

Tanggal 12 November 2005


 


 

Pembimbing II


 


 


 


 

Ir. FX. Agus Unggul S. 


 


 


 


 


 


 


 

Tanggal 12 November 2005


 

TUGAS AKHIR

Perancangan Turbocharger Untuk Mesin Diesel 2500 cc

Dengan Injeksi Langsung


 

Dipersiapkan dan ditulis oleh:


 

Nama    : Kiswantoko

NIM    : 015214045


 

Telah dipertahankan di depan panitia penguji pada tanggal 29 Oktober 2005

dan dinyatakan memenuhi syarat


 

Susunan panitia penguji:


 


 

Ketua    : Ir. YB. Lukiyanto, M.T.


 

        


 


 

Sekretaris    : Ir. FA. Rusdi Sambada, M.T.


 

        


 


 

Anggota    : Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T.


 

        


 


 

Anggota    : Ir. FX. Agus Unggul Santosa

Yogyakarta, 12 November 2005

Fakultas Teknik

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Dekan


 


 


 


 

(Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc.)


 

        


 


 


 


 

Pernyataan

Bahwa di dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.


 

Yogyakarta, 2 Agustus 2005

Penulis


 


 

Intisari

Daya pada motor bakar dapat didongkrak dengan cara memperbesar jumlah udara yang memasuki ruang bakar. Hal ini berarti efisiensi volumetriknya juga menjadi bertambah besar. Kenaikan jumlah udara dikompensasi dengan penambahan jumlah bahan bakar. Jumlah total energi yang memasuki ruang bakar menjadi tinggi dan di dalam ruang bakar dapat dibangkitkan energi yang besar.

Ada beberapa cara untuk memperbesar efisiensi volumetrik. Salah satu cara tersebut adalah dengan memasang supercharger. Supercharger biasanya merujuk pada sebuah kompresor yang digerakkan oleh poros engkol. Sedangkan turbo-supercharger atau biasa disebut 'turbocharger' saja adalah supercharger yang digerakkan oleh turbin yang mengkonversi energi aliran gas buang menjadi energi kinetik rotasi. Aliran gas buang dilewatkan ke dalam turbin. Daya yang diperoleh turbin diteruskan ke kompresor melalui perantaraan poros. Kemudian kompresor akan memompakan udara segar ke dalam ruang bakar. Supercharger dapat juga digerakkan oleh motor listik. Dalam hal ini tidak terdapat variabel pengubah kecepatan kompresor, sehingga mekanisme supercharger yang seperti ini hanya digunakan untuk mesin dengan kecepatan konstan seperti pada genset. Dalam perancangan turbocharger ini penulis mencoba mencari parameter-parameter untuk perancangan awal. Dengan parameter-parameter tersebut diharapkan dapat dirancang sebuah turbin pendongkrak daya (turbine booster) yang maksimal dengan penambahan bahan bakar yang minimal. Jenis turbocharger seperti ini disebut turbo efisiensi.

Perancangan bermula dari perhitungan siklus kerja dari mesin diesel. Dengan mengetahui properti dari udara segar yang memasuki ruang bakar dan juga properti gas buangnya, maka dapatlah dimulai perhitungan kompresor dan turbin yang sesuai untuk tugas bersebut. Setelah perhitungan kompresor dan turbin kemudian dihitung juga perlengkapan yang lain seperti poros, bantalan, pasak dan perencanaan pelumasan.


 

Kata Pengantar

Keberhasilan kemajuan teknologi dalam menjawab masalah transportasi adalah dengan terciptanya alat-alat transportasi yaitu alat transportasi darat, laut dan udara. Alat-alat transportasi ini memungkinkan kita untuk melakukan perjalanan jauh, sehingga sekarang masalah mobilitas tidak lagi menjadi kendala yang berarti.

Salah satu tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk melengkapi wacana tentang dunia otomotif bagi mereka yang mempelajari teknologi, khusunya tentang mesin diesel dan turbocharger. Tugas ini disusun sedemikian rupa sehingga diharapkan pembaca dapat menangkap pesan-pesan penulis yang didapat dari berbagai sumber.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk pihak-pihak yang turut mendukung terselesaikannya tugas akhir ini. Pihak-pihak tersebut adalah:

  1. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik.
  2. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin.
  3. Ir. F.X. Agus Unggul, selaku dosen pembimbing akademik.
  4. PT. Astra Isuzu Cabang Malang.
  5. Dan yang terakhir, untuk semua pihak yang telah turut membantu terselesaikannya tugas akhir ini.

Tentu saja banyak kekurangan di dalam penulisan kali ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun, baik sebelum maupun sesudah adanya revisi.

Sebagai penutup, semoga penulisan tugas akhir ini berguna bagi mereka yang ingin lebih mendalami turbocharger.

Yogyakarta, 2 Agustus 2005

Penulis

Daftar Isi

Halaman Judul    i

Title Page    ii

Lembar Pengesahan    iii

Daftar Panitia Penguji    iv

Pernyataan    v

Intisari    vi

Kata Pengantar    vii

Daftar Isi    viii

BAB 1 PENDAHULUAN    1

1.1.    Latar belakang masalah    1

1.2.    Rumusan masalah    1

1.3.    Tujuan penulisan    2

1.4.    Batasan masalah    2

1.5.    Metode perancangan    2

1.5.1.    Metode pengumpulan data    2

1.5.2.    Metode perancangan    3

BAB 2 TINJAUAN TEORI    4

2.1.    Tinjauan umum mesin diesel    4

2.2.    Prinsip kerja    8

2.3.    Siklus termodinamika    10

2.3.1.    Proses pembakaran    10

2.3.2.    Bilangan setana (cetane) bahan bakar    13

2.3.3.    Perbandingan campuran    14

2.4.    Turbocharger    15

2.4.1.    Tujuan pemakaian    15

BAB 3 PERHITUNGAN TERMODINAMIKA    18

3.1.    Pendahuluan    18

3.2.    Siklus termodinamika    18

3.2.1.    Siklus ideal    18

3.2.1.1.    Siklus gabungan    20

3.2.1.2.    Siklus volume konstan    22

3.2.1.3.    Siklus tekanan konstan    22

3.2.1.4.    Efisiensi termal untuk tiap-tiap siklus ideal    23

3.2.2.    Siklus aktual    23

3.3.    Perhitungan termodinamika tanpa turbocharger    27

3.3.1.    Langkah isap    27

3.3.1.1.    Tekanan akhir langkah isap    27

3.3.1.2.    Suhu akhir langkah isap    28

3.3.1.3.    Efisiensi pengisian (efisiensi volumetrik) dan koefisien gas sisa    29

3.3.2.    Langkah kompresi    31

3.3.2.1.    Tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi    31

3.3.2.2.    Eksponen kompresi politropik    31

3.3.3.    Pembakaran    34

3.3.3.1.    Reaksi kimia pada pembakaran bahan bakar cair    35

3.3.3.2.    Jumlah teoritis udara yang dibutuhkan untuk membakar bahan bakar    36

3.3.3.3.    Koefisien udara berlebih    38

3.3.3.4.    Komposisi gas hasil pembakaran dengan a > 1    39

3.3.3.5.    Koefisien perubahan molar    40

3.3.3.6.    Kapasitas panas molar gas    41

3.3.3.7.    Persamaan termodinamika pembakaran    44

3.3.4.    Langkah ekspansi    49

3.3.4.1.    Eksponen kurva ekspansi politropik    49

3.3.4.2.    Tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi    51

3.4.    Perhitungan daya tanpa turbocharger    52

3.4.1.    Tekanan indikasi rata-rata    52

3.4.2.    Daya indikasi dan daya kuda rem    55

3.4.3.    Daya rugi-rugi mekanis    58

3.4.4.    Efisiensi termal rem dan efisiensi termal indikasi    59

3.4.5.    Konsumsi bahan bakar spesifik    61

3.5.    Perhitungan termodinamika dengan turbocharger    63

3.5.1.    Langkah isap    66

3.5.1.1.    Tekanan akhir langkah isap    66

3.5.1.2.    Suhu akhir langkah isap    67

3.5.1.3.    Efisiensi pengisian dan koefisien gas sisa    68

3.5.2.    Langkah kompresi    68

3.5.2.1.    Eksponen kompresi politropik    68

3.5.2.2.    Tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi    68

3.5.3.    Pembakaran    69

3.5.3.1.    Tekanan dan suhu akhir langkah pembakaran    71

3.5.4.    Langkah ekspansi    72

3.5.4.1.    Eksponen politropik ekspansi    72

3.5.4.2.    Tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi    72

3.6.    Perhitungan daya dengan turbocharger    73

3.6.1.    Tekanan indikasi rata-rata    73

3.6.2.    Daya indikasi dan daya kuda rem    73

3.6.3.    Efisiensi dan daya rugi-rugi mekanis    74

3.6.4.    Efisiensi termal rem dan efisiensi termal indikasi    74

3.6.5.    Konsumsi bahan bakar spesifik    75

3.7.    Pengaruh pemakaian turbocharger    76

BAB 4 PERENCANAAN KOMPRESOR    78

4.1.    Dasar teori    78

4.1.1.    Diagram kecepatan    79

4.1.2.    Laju aliran massa    79

4.1.3.    Persamaan energi    80

4.1.4.    Persamaan momentum    81

4.1.5.    Termodinamika kompresor    83

4.2.    Perencanaan impeler    85

4.3.    Perhitungan daya kompresor    101

4.4.    Disain sudu    101

4.5.    Perencanaan rumah keong    104

BAB 5 PERANCANGAN TURBIN GAS    110

5.1.    Dasar teori turbin gas radial    110

5.2.    Properti gas sebelum masuk turbin    122

5.3.    Perancangan rotor    127

5.4.    Perancangan sudu stator    133

5.5.    Perencanaan rumah keong    135

5.6.    Pemilihan material turbin gas    137

5.6.1.    Tegangan sentrifugal    137

5.6.2.    Tegangan suhu (thermal stress)    138

BAB 6 PERENCANAAN POROS, PASAK, BANTALAN DAN PELUMASAN    140

6.1.    Perencanaan poros    140

6.1.1.    Perhitungan diameter poros    140

6.1.2.    Kecepatan kritis dan defleksi    143

6.2.    Perencanaan pasak    146

6.3.    Perencanaan bantalan dan pelumasan    147

BAB 7 PENUTUP    150

7.1.    Kesimpulan    150

7.2.    Saran    152

Daftar Pustaka    153

Lampiran    154


 


 


 

 


PENDAHULUAN

Latar belakang masalah

Mesin diesel telah berkembang pesat sejak ditemukan oleh Rudolf Diesel. Aplikasinya sangat luas, terutama untuk kendaraan niaga. Tekanan awal langkah kompresi pada mesin diesel tanpa turbocharger (naturally aspirated engine) selalu lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer. Pada langkah isap, torak bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah). Langkah ini menimbulkan kevakuman pada ruang bakar sehingga udara bergerak memasuki ruang bakar. Kondisi seperti ini dirasa kurang efektif karena udara yang memasuki ruang bakar sangat terbatas jumlahnya karena hanya tergantung pada tekanan udara luar. Efisiensi volumetrik dapat dinaikkan dengan memperbanyak jumlah udara yang memasuki ruang bakar. Dengan meningkatkan jumlah udara yang memasuki ruang bakar dan menambah suplai bahan bakar, maka jumlah kalor yang dapat dikonversi menjadi kerja mekanis menjadi lebih besar. Dengan demikian daya yang dibangkitkan juga akan lebih besar.

Selain masalah efisiensi, terdapat juga masalah ekologi. Saat ini tingkat polusi udara sangat tinggi, terutama di kota-kota besar. Pembakaran bahan bakar minyak solar menghasilkan senyawa berbahaya seperti CO (karbonmonoksida), dan C (karbon padat). Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memperbaiki kualitas pembakaran. Dengan memperbanyak jumlah udara yang memasuki ruang bakar maka diharapkan pembakaran yang terjadi akan lebih baik.

Rumusan masalah

Untuk mengatasi beberapa permasalahan di atas, maka dirancanglah suatu alat untuk memperbesar jumlah udara yang memasuki ruang bakar. Alat ini disebut turbocharger. Dengan alat ini diharapakan udara dapat memasuki ruang bakar dengan kecepatan yang lebih tinggi, sehingga terjadi turbulensi. Dengan turbulensi maka pencampuran bahan bakar dengan udara menjadi lebih baik.

Pemakaian turbocharger juga dapat mengatasi masalah jumlah udara yang menipis. Jumlah udara akan menipis apabila mesin harus beroperasi pada daerah yang tinggi. Turbocharger adalah salah satu supercharger yang mana kompresor digerakkan oleh turbin gas.

Tujuan penulisan

Tujuan penulisan kali ini adalah untuk membandingkan unjuk kerja mesin tanpa dan dengan turbocharger. Dengan mengetahui parameter-parameter pada mesin dengan turbocharger, maka kemudian dirancanglah sebuah turbocharger yang sesuai untuk mesin tersebut. Hal ini mengingat bahwa akibat pemakaian turbocharger adalah naiknya tekanan pembakaran di dalam silinder, sehingga harus dirancang juga elemen-elemen lain seperti: dinding silinder, kepala silinder, torak, katup dan sebagainya yang lebih kuat.

Batasan masalah

Agar perancangan tidak menyimpang dari judul tugas, maka penulis membatasi masalah pada perancangan turbocharger tanpa intercooler. Meskipun tanpa intercooler, tapi diharapkan daya yang dicapai tetap dapat diperbesar. Intercooler memungkinkan udara didinginkan sebelum memasuki ruang bakar.

Metode perancangan

Metode pengumpulan data

  1. Metode wawancara

    Penulis dalam pengumpulan data dilaksanakan dengan kegiatan tanya jawab secara langsung dengan pihak yang bersangkutan, misalnya melakukan tanya jawab secara langsung dengan mekanik.

  2. Metode pengamatan atau observasi

    Penulis melakukan pengamatan secara langsung penggunaan mesin diesel 2500 cc dengan atau tanpa turbocharger yang digunakan oleh konsumen atau di bagian perawatan di PT. Astra International Isuzu.

  3. Metode pembacaan buku acuan

    Penulis membaca buku-buku acuan yang diberikan oleh perusahaan atau buku acuan lain yang berhubungan yang didapat dari sumber manapun.

Metode perancangan

Secara detail perancangan turbocharger akan dibahas dalam Bab IV, Bab V dan Bab VI. Urutan perancangannya adalah: perancangan kompresor, perancangan turbin dan perancangan poros beserta pasak, bantalan dan pelumasannya. Poros harus dibuat kuat agar dapat menahan berat impeler dan juga dirancang agar memiliki kecepatan kritis yang tinggi apabila beroperasi bersama dengan impeler. Metode pelumasan direncanakan dengan pelumasan celup mengingat kecepatan turbo yang diperkirakan relatif tinggi.

Turbocharger direncanakan memiliki konstruksi seperti Gambar 1.1. Dapat dilihat impeler kompresor dan impeler turbin memiliki arah putaran yang sama karena dihubungkan dengan satu poros.


 

Gambar 1.1 Konstruksi turbocharger yang direncanakan.


 


 

 


TINJAUAN TEORI

Tinjauan umum mesin diesel

Pencipta motor diesel adalah Rudolf Diesel, seorang Jerman, yang berhasil mempertunjukkan hasil karyanya pada tahun 1898. Sedangkan sebelumnya, yaitu pada tahun 1876, seorang Jerman bernama Nikolaus Otto berhasil menciptakan motor bensin bersiklus empat langkah yang merupakan prinsip kerja dari motor bensin pada saat ini. Kedua tokoh tersebut di atas merupakan perintis jalan bagi pengembangan motor bakar torak pada waktu ini, namun sebelumnya, yaitu pada tahun 1860 seorang Perancis bernama Lenoir berhasil membuat mesin bensin bersiklus dua langkah. Pada mesin tersebut katup isap menutup menjelang akhir gerakan torak dari TMB ke TMA dan justru pada waktu itu diadakan loncatan bunga api listrik untuk menyalakan dan membakar gas pada tekanan atmosfer. Oleh karena mesin yang bekerja dengan sistem tanpa kompresi itu ternyata tidak dapat menghasilkan daya dan efisiensi yang tinggi, maka seorang Perancis bernama Beau de Rochas pada tahun 1862 berusaha memperbaikinya. Dalam hal tersebut ia memandang perlu mengadakan kompresi lebih dahulu sebelum gas tersebut dinyalakan. Teori tersebut kemudian menjadi prinsip kerja mesin dengan siklus empat langkah. Ide ini dituangkan untuk pertama kalinya pada mesin yang dibuat oleh Otto.

Mesin diesel adalah jenis khusus dari mesin – pembakaran – dalam. Sesuai dengan namanya, mesin pembakaran dalam adalah mesin panas yang di dalamnya, energi kimia dari pembakaran dilepaskan di dalam silinder mesin; sedangkan golongan lain dari mesin panas – mesin uap – energi yang ditimbulkan selama pembakaran bahan bakar diteruskan lebih dahulu ke uap dan hanya melalui uaplah kerja dilakukan dalam mesin atau turbin. Saat ini terdapat kecenderungan untuk menyebutkan semua mesin panas yang dioperasikan langsung oleh gas pembakaran adalah secara sederhana yaitu mesin pembakaran atau motor bakar.

Kerakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain adalah metoda penyalaan bahan bakar. Dalam mesin diesel bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder, yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama kompresi udara dalam silinder mesin maka suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar, dalam bentuk kabut halus, bersinggungan dengan udara panas ini, akan menyala, dan tidak dibutuhkan alat penyalaan lain dari luar. Karena alasan ini, mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi.

Karakteristik mesin diesel yang lain yang penting adalah bahwa mesinnya menghasilkan puntiran yang kurang lebih tidak tergantung pada kecepatan, karena banyaknya udara yang diambil ke dalam silinder dalam tiap langkah isap dari torak yang sedikit dipengaruhi oleh kecepatan mesin. Banyaknya bahan bakar yang dapat dibakar di dalam silinder dengan tiap langkah isap dan usaha berguna yang ditimbulkan oleh aksi torak, dengan demikian, hampir konstan.

Pemakaian bahan bakar dari motor diesel kira-kira 25% lebih rendah dari pada motor bensin, sedangkan harga bahan bakarnya pun lebih murah. Hal itulah yang menyebabkan mengapa motor diesel lebih hemat dari pada motor bensin. Namun, karena perbandingan kompresinya yang tinggi maka tekanan kerja motor diesel menjadi lebih tinggi dari pada motor bensin. Oleh karena itu motor diesel harus dibuat lebih kuat dan kokoh, sehingga lebih berat. Hal tersebut terakhir ini dan harga pompa penyemprot bahan bakarnya yang tinggi merupakan sebab utama mengapa harga awal dari motor diesel lebih tinggi dari pada motor bensin. Disamping itu, motor diesel mengeluarkan bunyi yang keras, warna dan bau gas buang yang kurang menyenangkan. Namun, dipandang dari segi ekonomis bahan bakar serta polusi udara motor diesel masih lebih disukai.


 

Gambar 2.1 Penampang melintang dari mesin diesel. Sumber: Maleev, hal. 5.

(1. lapisan silinder; 2. kepala silinder; 3. torak; 4. batang engkol; 5. poros engkol;
6. pipi engkol; 7. bantalan utama; 8. pena engkol dan bantalannya; 9. nosel bahan bakar;10. cincin torak; 11. pena torak dan bantalannya; 12. katup pemasukan;
13. katup buang; 14. poros nok; 15. nok; 16. pengikut nok; 17. batang dorong;
18. lengan ayun;19. pegas katup; 20. blok silinder atau karter; 21. plat landasan.)


 

Gambar 2.1 menunjukkan secara skematis mesin diesel empat langkah. Berikut dijelaskan tentang beberapa bagian penting dari mesin diesel.

  1. Silinder

    Jantung mesin adalah silindernya, yaitu tempat bahan bakar dibakar dan daya ditimbulkan. Bagian dalam silinder dibentuk dengan lapisan (liner), atau selongsong (sleeve). Diameter dalam silinder disebut lubang (bore).

  2. Kepala silinder (Cylinder head)

    Kepala silinder menutup satu ujung silinder dan sering berisikan katup tempat lewat udara dan bahan bakar diisikan dan gas buang dikeluarkan.

  3. Torak (piston)

    Ujung lain dari ruang kerja silinder ditutup oleh torak yang meneruskan kepada poros daya yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar. Cincin torak (piston ring) yang dilumasi dengan minyak mesin menghasilkan sil (seal) rapat gas antara torak dan lapisan silinder. Jarak perjalanan torak dari satu ujung silinder ke ujung silinder yang lain disebut langkah (stroke).

  4. Batang engkol (conecting rod)

    Satu ujung, yang disebut ujung kecil dari batang engkol, dipasangkan kepada pena pergelangan (wrist pin) atau pena torak (piston pin) yang terletak di dalam torak. Ujung yang lain atau ujung besar mempunyai bantalan untuk pena engkol. Batang engkol mengubah dan meneruskan gerak bolak-balik (reciprocating) dari torak menjadi putaran kontinyu pena engkol selama langkah kerja dan sebaliknya selama langkah yang lain.

  5. Poros engkol (crankshaft)

    Poros engkol berputar di bawah aksi dari torak melalui batang engkol dan pena engkol yang terletak di antara pipi engkol (crankweb), dan meneruskan daya dari torak kepada poros yang digerakkan. Bagian dari poros engkol yang didukung oleh bantalan utama dan berputar di dalamnya disebut tap (journal).

  6. Roda gila (flywheel)

    Roda gila dengan berat yang cukup dikuncikan kepada poros engkol dan menyimpan energi kinetik selama langkah daya dan mengembalikannya selama langkah yang lain. Roda gila membantu menstart mesin dan juga bertugas membuat putaran poros engkol kira-kira seragam.

  7. Poros nok (camshaft)

    Poros nok digerakkan dari poros engkol oleh penggerak rantai atau oleh roda gigi pengatur waktu mengoperasikan katup pemasukan dan katup buang melalui nok, pengikut nok, batang dorong (push rod), dan lengan ayun (rocker arm). Pegas katup berfungsi menutup katup.

  8. Karter (crankcase)

    Karter berfungsi menyatukan silinder, torak dan poros engkol, melindungi semua bagian yang bergerak dan bantalannya, dan merupakan reservoir bagi minyak pelumas. Disebut sebuah blok silinder kalau lapisan silinder disisipkan di dalamnya. Bagian bawah dari karter disebut plat landasan (bed plate).

    Prinsip kerja

Prinsip kerja motor diesel dapat dilihat pada Gambar 2.2. Torak bergerak translasi bolak-balik di dalam silinder dihubungkan dengan pena engkol dari poros engkol yang berputar pada bantalannya, dengan perantaraan batang penggerak atau batang penghubung. Campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang bakar, yaitu ruangan yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala torak dan kepala silinder. Gas pembakaran yang terjadi itu mampu menggerakkan torak yang selanjutnya memutar poros engkol. Pada kepala silinder terdapat katup isap dan katup buang. Katup isap berfungsi memasukkan udara segar ke dalam silinder; sedangkan katup buang berfungsi mengeluarkan gas pembakaran, yang sudah tidak terpakai dari dalam silinder ke atmosfer.


 

Gambar 2.2 Perinsip kerja motor diesel. Sumber: Arismunandar, hal. 1.

Jika torak berada pada posisi terjauh dari kepala silinder, seperti terlihat pada (d), dan baik katup isap maupun katup buang ada pada posisi tertutup, maka gerakan torak ke atas seperti terlihat pada (a) merupakan gerakan menekan udara di dalam silinder (langkah kompresi). Gerakan tersebut terakhir akan menyebabkan kenaikan tekanan dan temperatur udara yang bersangkutan. Ada dua manfaat dalam menekan isi udara selama langkah ini: pertama, menaikkan efisiensi panas atau efisiensi total dari mesin dengan menaikkan densiti (kepadatan) pengisian sehingga diperoleh suhu yang lebih tinggi selama pembakaran; ini dilakukan pada semua motor bakar, baik dari jenis penyalaan cetus api maupun penyalaan kompresi. Yang kedua, untuk menaikkan suhu udara pengisian sedemikian rupa sehingga kalau kabut halus dari bahan bakar diinjeksikan ke dalamnya, maka bahan bakar akan menyala dan mulai terbakar tanpa memerlukan sumber penyalaan dari luar misalnya busi yang digunakan dalam mesin bensin.

Akhirnya, apabila torak berada pada posisi terdekat dengan kepala silinder, seperti terlihat pada (b), maka untuk motor diesel pada umumnya tekanan dan temperaturnya berturut-turut dapat mencapai kurang lebih 30 kg/cm2 dan 500 oC. Namun beberapa saat sebelum torak mencapai posisi (b) tersebut di atas, bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder dan terjadilah pembakaran. Proses pembakaran tersebut menyebabkan kenaikan tekanan dan temperatur, tetapi karena proses pembakaran tersebut memerlukan waktu maka tekanan maksimum dan temperatur maksimumnya terjadi beberapa saat setelah torak mulai turun ke bawah.

Dalam hal tersebut gas pembakaran mendorong torak ke bawah (langkah ekspansi), seperti terlihat pada (c), dan selanjutnya memutar poros engkol. Langkah ini disebut juga langkah daya atau langkah kerja. Beberapa saat sebelum torak mencapai posisi (d) katup buang mulai terbuka sehingga gas pembakaran keluar dari dalam silinder.

Selanjunya, gas pembakaran dipaksa keluar dari dalam silinder oleh torak yang bergerak dari bawah ke atas (langkah buang). Beberapa saat sebelum torak mencapai posisi (b), katup isap mulai membuka dan beberapa saat setelah torak bergerak ke bawah lagi, katup buang sudah tertutup. Dalam hal tersebut terakhir, gerakan torak ke bawah akan menyebabkan udara segar dari atmosfer terisap masuk ke dalam silinder (langkah isap). Demikianlah selanjutnya proses tersebut di atas terjadi berulang-ulang.

Siklus termodinamika

Proses pembakaran

Minyak bakar yang disemprotkan ke dalam silinder berbentuk butir-butir cairan yang halus. Oleh karena udara di dalam silinder pada saat tersebut sudah bertemperatur dan bertekanan tinggi maka butir-butir tersebut akan menguap. Penguapan butir bahan bakar itu dimulai pada bagian permukaan luarnya, yaitu bagian yang terpanas. Uap bahan bakar yang terjadi itu selanjutnya bercampur dengan udara yang ada di sekitarnya. Proses penguapan itu berlangsung terus selama temperatur sekitarnya mencukupi. Jadi, proses penguapan juga terjadi secara berangsur-angsur. Demikian juga dengan proses pencampurannya dengan udara. Maka pada suatu saat dimana terjadi campuran bahan bakar udara yang sebaik-baiknya, proses penyalaan berlangsung sebaik-baiknya. Sedangkan proses pembakaran di dalam silinder juga terjadi secara berangsur-angsur dimana proses pembakaran awal terjadi pada temperatur yang relatif lebih rendah dan laju pembakarannyapun akan bertambah cepat. Hal itu disebabkan karena pembakaran berikutnya berlangsung pada temperatur lebih tinggi.

Proses pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar (hidrokarbon) dengan oksigen dari udara. Proses pembakaran ini tidak terjadi sekaligus tetapi memerlukan waktu dan terjadi dalam beberapa tahap. Di samping itu penyemprotan bahan bakar juga tidak dapat dilaksanakan sekaligus tetapi berlangsung antara 30 – 40 derajat sudut engkol.

Pada Gambar 2.3 dapat dilihat tekanan udara akan naik selama langkah kompresi berlangsung. Beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA bahan bakar mulai disemprotkan. Bahan bakar akan segera menguap dan bercampur dengan udara yang sudah tertemperatur tinggi. Oleh karena temperaturnya sudah melebihi temperatur penyalaan bahan bakar, bahan bakar akan terbakar sendiri dengan cepat. Waktu yang diperlukan antara saat bahan bakar mulai disemprotkan dengan saat mulai terjadinya pembakaran dinamai periode persiapan pembakaran (1). Waktu persiapan pembakaran bergantung pada beberapa faktor, antara lain pada tekanan dan temperatur udara pada saat bahan bakar mulai disemprotkan, gerakan udara dan bahan bakar, jenis dan derajat pengabuatan bahan bakar, serta perbandingan bahan bakar – udara lokal. Jumlah bahan bakar yang disemprotkan selama periode persiapan pembakaran tidaklah merupakan faktor yang terlalu menentukan waktu persiapan pembakaran.

Sesudah melampaui periode persiapan pembakaran, bahan bakar akan terbakar dengan cepat. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai garis lurus yang menanjak, karena proses pembakaran tersebut terjadi dalam suatu proses pengecilan volume (selama itu torak masih bergerak menuju TMA). Sampai torak bergerak kembali beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA, tekanannya masih bertambah besar tetapi laju kenaikan tekanannya berkurang.


 

Gambar 2.3 Grafik tekanan versus
sudut engkol.
Sumber: Arismunandar, hal. 96.

Hal ini disebabkan karena kenaikan tekanan yang seharusnya terjadi dikompensasi oleh bertambahnya besarnya volume ruang bakar sebagai akibat bergeraknya torak dari TMA ke TMB.

Periode pembakaran, ketika terjadi kenaikan tekanan yang berlangsung dengan cepat (garis tekanan yang curam dan lurus, garis BC pada Gambar 2.3) dinamai periode pembakaran cepat (2). Periode pembakaran ketika masih terjadi kenaikan tekanan sampai melewati tekanan yang maksimum dalam tahap berikutnya (garis CD pada Gambar 2.3), dinamai periode pembakaran terkendali (3). Dalam hal terakhir ini jumlah bahan bakar yang masuk ke dalam silinder sudah mulai berkurang, bahkan mungkin yang sudah dihentikan.

Selanjutnya dalam periode pembakaran lanjutan (4) terjadi proses penyempurnaan pembakaran dan pembakaran dari bahan bakar yang belum sempat terbakar. Laju kenaikan tekanan yang terlalu tinggi tidaklah dikehendaki karena dapat menyebabkan beberapa kerusakan. Maka haruslah diusahakan agar periode persiapan pembakaran terjadi sesingkat-singkatnya sehingga belum terlalu banyak bahan bakar yang siap untuk terbakar selama waktu persiapan pembakaran. Dipandang dari segi kekuatan mesin, di samping laju kenaikan tekanan pembakaran itu, perlu pula diperhatikan tekanan gas maksimum yang diperoleh. Supaya diperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya, pada umumnya diusahakan agar tekanan gas maksimum terjadi pada saat torak berada di antara 15 – 20 derajat sudut engkol sesudah TMA. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan jalan mengatur saat penyemprotan yang tepat.

Sebenarnya tekanan maksimum juga ditentukan oleh laju kenaikan tekanan yang terjadi selama periode pembakaran cepat. Karena itu segenap usaha haruslah ditujukan untuk mempersingkat periode persiapan pembakaran, antara lain dengan cara sebagai berikut:

  • Menggunakan perbandingan kompersi yang tinggi.
  • Memperbesar tekanan dan temperatur udara masuk.
  • Memperbesar volume silinder sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh perbandingan luas dinding terhadap volume yang sekecil-kecilnya untuk mengurangi kerugian panas.
  • Menyemprotkan bahan bakar pada saat yang tepat dan mengatur pemasukkan jumlah bahan bakar yang sesuai dengan kondisi pembakaran.
  • Menggunakan jenis bahan bakar yang sebaik-baiknya.
  • Mengusahakan adanya gerakan udara yang turbulen untuk menyempurnakan proses pencampuran bahan bakar – udara.
  • Menggunakan jumlah udara untuk memperbesar kemungkinan bertemunya bahan bakar dengan oksigen dari udara.

    Bilangan setana (cetane) bahan bakar

Bilangan setana adalah suatu indeks yang biasa dipergunakan bagi bahan bakar motor diesel, untuk menunjukkan tingkat kepekaannya terhadap detonasi. Setana normal atau hexadecane (C16H34) dan a-methyl-napthalene (C10H7CH3) dipergunakan sebagai bahan bakar standar pengukur. C16H34 adalah bahan bakar dengan periode persiapan pembakaran yang pendek; kepadanya diberikan angka 100 (bilangan setana = 100). Sedangkan a-methyl-napthalene mempunyai periode persiapan pembakaran yang panjang, jadi tidak baik dipergunakan sebagai bahan bakar motor diesel; kepadanya diberikan angka 0 (bilangan setana = 0). Bahan bakar yang akan ditentukan bilangan utamanya itu diuji dengan sebuah mesin yang khusus dipakai untuk mengukur bilangan setana. Dalam hal ini, kelambatan penyalaan dipakai sebagai pembanding. Maka persen volume setana dalam campuran yang terdiri atas setana dan a-methyl-napthalene, yang memberikan kelambatan penyalaan sama dengan bahan bakar yang diuji, dalam keadaan standar operasi tertentu, menyatakan bilangan setana bahan bakar tersebut. Gambar 2.4 menunjukkan struktur molekul dari kedua bahan bakar standar pengukur.


 

Gambar 2.4 Bahan bakar standar pengukur bilangan setana
(alpha-methylnaphtalene dan C16H34 (hidrokarbon rantai lurus)).
Sumber: Arismunandar, hal. 99.

Bilangan setana bahan bakar ringan untuk motor diesel putaran tinggi berkisar di antara 40 sampai 60. Zat tambahan untuk menaikkan bilangan setana, seperti "tetraethyl lead" untuk menaikkan bilangan oktana bensin, belum diketemukan. Kadar belerang dalam bahan bakar haruslah di bawah 1% berat, untuk menghindari kemungkinan terjadinya korosi. Debu, kotoran dan air di dalam bahan bakar akan merusak bagian-bagian dalam dari pompa penyemprot bahan bakar dan penyemprot bahan bakar. Sedangkan endapan karbon dan abu menempel pada permukaan luar dari penyemprot bahan bakar, torak, katup buang, dan sebagainya, sehingga akan mengganggu tugasnya masing-masing dan bahkan dapat merusak bagian-bagian itu sendiri. Oleh karena itu kotoran-kotoran di dalam bahan bakar harus dibatasi. Meskipun penambahan senyawa barium dapat mengurangi asap, namun gas buang yang terjadi merupakan polutan udara.

Perbandingan campuran

Campuran antara udara dan bahan bakar biasa dinamai "campuran" saja, sedangkan perbandingan berat udara (Gud) dan bahan bakar (Gbb) dalam campuran itu dinamai "perbandingan campuran" atau "perbandingan udara-bahan bakar" (Gud/Gbb). Dalam proses pembakaran sempurna bahan bakar hidrokarbon, C akan terbakar menjadi CO2 dan H akan menjadi H2O. Maka perbandingan dari berat minimum udara terhadap berat bahan bakar dinamai "perbandingan campuran sempurna kimia". Sedangkan perbandingan campuran terhadap perbandingan campuran stoikiometrik dinamai "faktor kelebihan udara" atau "perbandingan kelebihan udara", l, yaitu


 

dengan,


 

Sedangkan kebalikannya dinamai "perbandingan ekivalen", . Jika l bertambah kecil, maka hal ini berarti bahwa bahan bakar yang dipakai terlalu banyak, atau, kekurangan udara. Batas terendah dari l ditentukan oleh batas asapnya. Hal itu tergantung dari jenis ruang bakar yang dipergunakan dan pada kondisi pencampurannya. Jadi batas terendah l dapat berbeda-beda, tetapi boleh dikatakan tidak pernah lebih rendah dari l = 1,1. Maka meskipun terdapat udara berlebih, tetapi asap hitam juga bisa terjadi dan hal tersebut menunjukkan bahwa pencampuran dengan pusaran tidak berlangsung dengan baik,

Setiap butir bahan bakar yang terjadi setelah penyemprotan dikelilingi oleh lapisan campuran dengan l = 0 sampai :. Di tempat-tempat dengan l yang terlalu kecil akan terjadi angus sebagai akibat dekomposisi termal.

Turbocharger

Daya poros diperoleh melalui pengubahan energi kimia atau nilai kalor bahan bakar. Makin banyak bahan bakar yang dapat dibakar, makin besar daya yang dapat dihasilkan. Hal itu dapat terjadi jika tersedia udara secukupnya; biasanya dengan faktor kelebihan udara lebih besar dari pada batas asap. Maka hal itupun berarti bahwa daya mesin dibatasi oleh kemampuan mesin tesebut mengisap udara yang diperlukan untuk pembakaran.

Namun demikian, pada mesin empat-langkahpun terdapat impitan katup sehingga sebagian dari udara segar juga keluar dari dalam silinder. Hal itu merupakan kerugian yang tidak dapat dihindari. Jadi, udara yang dimasukkan ke dalam silinder tidak semuanya dipergunakan untuk pembakaran.

Sebuah motor bakar 4 langkah yang bekerja dengan supercharger tekanan isapnya lebih tinggi daripada tekanan udara atmosfer sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan jalan memaksa udara atmosfer masuk ke dalam silinder selama langkah isap, dengan memompa udara yang biasa dinamai supercharger.

Supercharger digerakkan dengan daya yang dihasilkan oleh mesin itu sendiri; atau dengan jalan memanfaatkan energi gas buang untuk menggerakkan turbin gas yang menggerakkan supercharger. Supercharger yang digerakkan oleh turbin gas buang dinamai turbo-supercharger atau 'turbocharger' saja. Dengan supercharger jumlah udara atau campuran bahan bakar – udara segar yang bisa dimasukkan lebih besar daripada dengan proses pengisapan oleh torak pada waktu langkah isap. Tekanan udara dengan supercharger akan menaikkan sekaligus tekanan isap dan tekanan buang.

Tujuan pemakaian

Tujuan utama pemakaian turbocharger adalah memperbesar daya motor (30 – 80%); mesinpun menjadi lebih kompak lagipula ringan. Boleh dikatakan motor diesel dengan turbocharger dapat bekerja lebih efisien, pemakaian bahan bakar spesifiknya lebih rendah (5 – 15%). Hal ini berarti turbocharger yang dipakai adalah jenis turbo efisiensi.

Dilihat dari konstruksi dan harganya, motor diesel di bawah 100 PS tidak ekonomis menggunakan supercharger. Tetapi apabila mesin harus bekerja pada ketinggian lebih dari 1500 meter di atas laut, supercharger mempunyai arti penting dalam usaha mengatasi kerugian daya yang disebabkan oleh berkurangnya kepadatan udara atmosfer di tempat tersebut. Mesin dengan daya di antara 100 – 200 PS yang banyak dipakai pada kendaraan laut, tidak memperlihatkan pembatasan yang tegas; banyak juga yang menggunakan supercharger.

Pada motor diesel, supercharger dapat mempersingkat periode persiapan pembakaran sehingga karakteristik pembakaran menjadi lebih baik. Di samping itu terbuka kemungkinan untuk menggunakan bahan bakar dengan bilangan setana yang lebih rendah. Akan tetapi jangan hendaknya melupakan tekanan dan temperatur gas pembakarannya karena hal tersebut akan menyangkut persoalan pendinginan, konstruksi, kekuatan material serta umurnya.

Gambar 2.5 menggambarkan konstruksi sebuah turbocharger. Udara atmosfer masuk ke dalam kompresor, mengalami proses kompresi sehingga tekanannya naik. Kompresor digerakkan oleh turbin; hal ini dapat dilihat pada adanya poros yang menghubungkan rotor kompresor dan rotor turbin yang digerakkan oleh gas buang motor bakar torak yang menggunakan turbocharger tersebut. Udara yang keluar dari kompresor mengalir ke dalam saluran isap motor; melalui karburator atau penyemprot bahan bakar, pada motor Otto. Selanjutnya udara mengalir ke dalam silinder..


 

Gambar 2.5 Konstruksi sebuah turbocharger dengan katup udara (KK) dan katup gas buang (KT) dalam keadaan tertutup. Sumber: Arismunandar, hal. 116.


 


 


 


 

 


PERHITUNGAN TERMODINAMIKA

Pendahuluan

Termodinamika adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara kerja dan kalor. Selain itu juga, termodinamika mempelajari tentang energi dan perubahannya. Mesin kalor pada dasarnya mengubah kalor menjadi kerja kemudian mengeluarkan panas yang tidak dapat lagi digunakan untuk melakukan kerja. Hukum pertama dan kedua termodinamika mengarah pada kerja dari mesin kalor. Hukum pertama merupakan aplikasi konservasi energi dari sistem (kekekalan energi), dan hukum kedua mengatur arah aliran energi.

Salah satu cara yang lazim dipakai untuk menggambarkan mesin kalor adalah dengan model reservoir energi. Mesin mengambil energi dari reservoir bersuhu tinggi ke reservoir bersuhu rendah. Pada mesin kendaraan bermotor, reservoir bersuhu tinggi adalah bahan bakar yang dibakar dan reservoir bersuhu rendah adalah lingkungan sekitar.


 

Gambar 3.1 Diagram reservoir energi.

Siklus termodinamika

Siklus ideal

Proses termodinamika dan kimia yang terjadi di dalam motor bakar torak amat kompleks untuk dianalisis menurut teori. Untuk memudahkan analisis tersebut kita perlu membayangkan suatu keadaan yang ideal. Makin ideal suatu keadaan makin mudah dianalisis, akan tetapi dengan sendirinya makin jauh menyimpang dari keadaan yang sebenarnya. Pada umumnya untuk menganalisis motor bakar dipergunakan siklus udara sebagai siklus ideal. Siklus udara menggunakan beberapa keadaan yang sama dengan siklus sebenarnya, misalnya mengenai:

  1. Urutan proses
  2. Perbandingan kompresi
  3. Pemilihan temperatur dan tekanan pada suatu keadaan
  4. Penambahan kalor yang sama per satuan berat udara.

Siklus mesin pembakaran dalam didasarkan pada siklus termodinamika yang melibatkan konversi panas menjadi kerja mekanis. Pada siklus ideal mesin pembakaran dalam diasumsikan sebagai berikut:

  1. Properti fisik dan kimia fluida kerja tetap dan tidak berubah selama proses berlangsung.
  2. Jumlah dari fluida kerja tetap konstan selama siklus, dengan demikian proses pemasukan udara segar dan pengeluaran gas sisa pembakaran tidak terjadi.
  3. Proses kompresi dan ekspansi terjadi secara adiabatik, yaitu terjadi tanpa adanya pertukaran panas antara fluida kerja dengan dinding silinder.
  4. Setelah kompresi adiabatik, fluida kerja menerima panas dari sumber panas luar, dan setelah ekspansi adiabatik, fluida kerja mengeluarkan panas ke reservoir dingin.
  5. Kapasitas panas fluida kerja tidak tergantung pada suhu.


 

Gambar 3.2 Diagram indikator siklus ideal; a) siklus gabungan; b) siklus volume konstan; c) siklus tekanan konstan. Sumber: Petrovsky, hal. 14.

Pada siklus ideal mesin pembakaran dalam tanpa supercharger, panas selalu dikeluarkan ke reservoir dingin pada volume konstan. Sedangkan proses pemanasan fluida kerja dilakukan dengan dua cara, yaitu pada tekanan konstan dan atau pada volume konstan. Dengan demikian terdapat tiga siklus ideal, yaitu:

  1. Siklus gabungan (juga disebut siklus kombinasi atau dual-pembakaran).
  2. Siklus volume konstan (siklus Otto).
  3. Siklus tekanan konstan (siklus Diesel).

    Siklus gabungan

Pada Gambar 3.2 ditunjukkan siklus gabungan yang disajikan dalam diagram P-v. Langkah awal siklus ini adalah langkah kompresi adiabatik dengan perubahan tekanan sepanjang garis a-c dan mematuhi persamaan pVk = konstan. Volume pada langkah kompresi berubah dari Va menjadi Vc. Perbandingan volume ini disebut perbandingan kompresi , dengan Vd adalah volume yang dilalui torak (piston displacement) atau volume kerja selama proses siklus dan Vc adalah volume ruang kompresi (clearence space) atau volume sisa.

Setelah kompresi, fluida kerja menerima panas Q1 dari sumber luar. Sebagian dari panas ini diberikan pada volume konstan dan disebut Q'1. Sebagian lagi diberikan pada tekanan konstan dan disebut Q''1. Dengan demikian,
Q1 = Q'1 + Q''1. Q'1 diberikan sepanjang garis c-zo dan Q''1 diberikan sepanjang garis zo-z.

Kenaikan tekanan selama proses c-zo berlangsung dalam volume konstan dan diberikan parameter §. Perubahan volume selama proses zo-z diberi parameter atau disebut perbandingan ekspansi awal.

Saat torak bergerak ke bawah dari titik z, terjadi ekspansi adiabatik sepanjang garis z-b dan mematuhi persamaan pVk = konstan. Perbandingan volume disebut perbandingan ekspansi subsekuen. Hubungan antara d, e dan r adalah sebagai berikut:


 

Pada akhir langkah ekspansi, kalor dikeluarkan ke reservoir dingin dan tekanannya turun mengikuti garis b-a. Kalor yang dilepas adalah Q2.

Kerja yang dilakukan oleh fluida kerja pada siklus ideal adalah Wt yang merupakan luasan area a-c-zo-z-b-a, dan juga merupakan selisih kalor yang ditambahkan dan yang dikeluarkan


 

dengan

Perbandingan antara selisih kalor yang ditambahkan dan yang dikeluarkan dengan kalor yang ditambahkan disebut efisiensi termal (Petrovsky, hal. 15).

    (3.1)

Efisiensi termal atau efisiensi teoritis yang menyatakan derajat kesempurnaan konversi kalor menjadi kerja. Efisiensi termal juga dapat dituliskan sebagai (Petrovsky, hal. 15)

    (3.2)

dengan

k    : eksponen adiabatik, .

cp    : panas jenis spesifik tekanan konstan.

cv    : panas jenis spesifik volume konstan.

Persamaan di atas berlaku untuk mesin dengan fluida kerja ideal (gas ideal) dengan panas jenis konstan. Siklus gabungan digunakan sebagai dasar dari perhitungan termodinamika untuk semua jenis mesin diesel injeksi tanpa udara.

Siklus volume konstan

Siklus volume konstan (Otto cycle) disajikan dalam Gambar 3.2(b). Garis-garis pada diagram ini menunjukkan:

a-c    : kompresi adiabatik.

c-z    : penambahan kalor Q1 pada V = konstan.

z-b    : ekspansi adiabatik.

b-a    : pengeluaran panas Q2 ke reservoir dingin pada V = konstan.

Siklus volume konstan berbeda dengan siklus gabungan hanya pada perbandingan ekspansi awal


 

dan perbandingan ekspansi subsekuen


 

Karena Vz = Vc, maka perbandingan kompresi e untuk siklus ini sama dengan perbandingan ekspansi d. Efisiensi termal untuk siklus volume konstan didapat dengan mensubstitusikan r – 1 pada persamaan (3.2).

    (3.3)

Siklus volume konstan ideal digunakan untuk menghitung siklus kerja aktual mesin dengan karburator, campuran udara – bahan bakar dan busi.

Siklus tekanan konstan

Siklus tekanan konstan disebut juga siklus pembakaran atau siklus diesel, diilustrasikan pada Gambar 3.2(c) dengan garis-garis menunjukkan:

a-c    : kompresi adiabatik.

c-z    : penambahan kalor Q1 pada tekanan konstan.

z-b    : ekspansi adiabatik.

b-a    : pengeluaran panas Q2 pada volume konstan.

Saat tekanan gas tidak berubah pada langkah penambahan kalor (Pz = Pc), maka perbandingan tekanannya


 

Dengan mensubstitusikan l = 1 ke dalam persamaan (3.2) maka didapat efisiensi termal untuk siklus tekanan konstan.

    (3.4)

Siklus tekanan konstan digunakan unutk perhitungan siklus kerja pada mesin diesel injeksi udara yang mana tekanan gas saat penambahan kalor hampir seragam.

Efisiensi termal untuk tiap-tiap siklus ideal

Dengan membandingkan persamaan untuk efisiensi termal untuk tiap-tiap siklus ideal di atas, kita ketahui bahwa untuk perbandingan kompresi yang sama, nilai ht untuk siklus tekanan konstan lebih kecil dari siklus volume konstan (Petrovsky, hal. 16).


 

Jika kita bandingkan siklus ini dengan menganggap memiliki tekanan maksimum Pz yang sama untuk sembarang nilai e, dengan jumlah kalor yang ditambahkan sama Q1, maka efisiensi termal siklus tekanan konstan menjadi lebih tinggi (Petrovsky, hal. 17).


 

Siklus aktual

Dalam kenyataan tiada satu siklus pun merupakan siklus volume konstan, siklus tekanan konstan, ataupun siklus gabungan. Tetapi bolehlah dikatakan antara efisiensi siklus ideal dan siklus sebenarnya terdapat hubungan tertentu, yaitu pada efisiensi indikatornya:

hi bensin    » 0,50 – 0,75 hvolume konstan

hi diesel    » 0,75 – 0,85 htekanan konstan

» 0,65 – 0,80 hvolume konstan

dengan,

hi bensin    » 0,25 – 0,45

hi diesel    » 0,40 – 0,55

Baik untuk motor bensin maupun untuk motor diesel harga efisiensi yang lebih tinggi berlaku untuk perbandingan kompresi yang tinggi dan atau untuk perbandingan bahan bakar – udara yang lebih rendah. Efisiensi indikator diperoleh dari hasil pengukuran dan didefinisikan sebagai


 

Kerja persiklus ditentukan dengan mengukur luas diagram P-v dari siklus yang sebenarnya, diagram P-v tersebut diperoleh sebagai hasil pengukuran tekanan gas di dalam silinder dengan mempergunakan alat ukur yang khusus dibuat untuk keperluan itu. Diagram P-v seperti itu dinamai diagram indikator dan kerja per siklus yang ditentukan oleh diagram indikator dinamai kerja indikator (Wi). Tekanan efektif rata-ratanya dinamai tekanan efektif rata-rata indikator (Pi rata-rata).

Terdapat penyimpangan antara siklus ideal dengan siklus aktual karena:

  1. Kebocoran fluida kerja karena penyekatan oleh cincin torak dan katup tak sempurna.
  2. Katup tidak dibuka dan ditutup tapat di TMA dan TMB karena pertimbangan dinamika mekanisme katup dan kelembaman fluida kerja. Kerugian tersebut dapat diperkecil bila saat pembukaan dan penutupan katup disesuaikan dengan besarnya beban dan kecepatan torak.
  3. Fluida kerja bukanlah udara yang dapat dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan selama proses siklus berlangsung.
  4. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, pada waktu torak berada di TMA, tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara. Kenaikan tekanan dan temperatur fluida kerja disebabkan oleh proses pembakaran antara bahan bakar dan udara di dalam silinder.
  5. Proses pembakaran memerlukan waktu, jadi tidak berlangsung sekaligus. Akibatnya, proses pembakaran berlangsung pada volume ruang bakar yang berubah-ubah karena gerakan torak. Dengan demikian, proses pembakaran harus sudah dimulai beberapa derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA dan berakhir beberapa derajat sudut engkol sesudah torak bergerak kembali dari TMA menuju TMB. Jadi, proses pembakaran tidak dapat berlangsung pada volume atau pada tekanan konstan. Di samping itu, pada kenyataannya tidak pernah terjadi pembakaran sempurna. Karena itu daya dan efisiensinya sangatlah bergantung kepada perbandingan campuran bahan bakar – udara, kesempurnaan bahan bakar – udara itu bercampur, dan saat penyalaan.
  6. Terdapat kerugian kalor yang disebabkan oleh perpindahan kalor dari fluida kerja ke fluida pendingin, terutama pada langkah kompresi, ekspansi, dan pada waktu gas buang meninggalkan silinder. Perpindahan kalor tersebut terjadi karena terdapat perbedaan temperatur antra fluida kerja dan fluida pendingin. Fluida pendingin diperlukan untuk mendinginkan bagian mesin yang menjadi panas, untuk mencegah bagian tersebut dari keausan.
  7. Terdapat kerugian eneri kalor yang dibawa oleh gas buang dari dalam silinder ke atmosfer sekitarnya. Energi tersebut tak dapat dimanfaatkan untuk melakukan kerja mekanik.
  8. Terdapat kerugian energi karena gesekan antara fluida kerja dengan dinding salurannya.

Siklus kerja aktual ditunjukkan dengan diagram indikator pada Gambar 3.3. Pada Gambar 3.3(a), ditunjukkan diagram indikator aktual mesin diesel 4 langkah injeksi tanpa udara.


Gambar 3.3 Diagram indikator aktual mesin 4 langkah; a) injeksi tanpa udara;
b) mesin dengan karburator; c) injeksi udara. Sumber: Petrovsky, hal. 18.

Pada siklus aktual, rugi-rugi hidrolik yang terjadi pada sistem isap mengurangi tekanan udara yang memasuki silinder. Karena pergerakkan torak tidak seragam, maka tekanan udara di dalam silinder juga bervariasi. Garis isap pada diagram indikator tampak bergelombang.

Kompresi udara disertai pertukaran kalor antara dinding silinder dengan fluida kerja. Disamping itu, pengapian terjadi sebelum torak mencapai TMA, yang mana merupakan syarat karena pembakaran memerlukan waktu. Dengan demikian, garis kompresi pada diagram indikator aktual tidak adiabatik tapi berupa kurva yang mematuhi persamaan politropik dengan nilai eksponen politropik yang bervariasi pada setiap bagian kurva.

Karena campuran udara – bahan bakar terbakar pada selang waktu tertentu, torak akan bergerak sepanjang volume tertentu pada awal langkah pembakaran di dekat TMA. Dengan demikian, tekanan gas saat periode ini tidak mengikuti garis lurus vertikal (seperti idealisasi volume konstan) tetapi mengikuti kurva kompleks yang bergerak menjauhi sumbu-y. Setelah TMA, pembakaran terjadi dengan bertambahnya volume sehingga tekanan gas pada periode ini pertama-tama menanjak kemudian bergerak turun. Kemudian bagian kedua dari kurva proses pembakaran akan berupa garis kompleks dan bukan garis tekanan konstan. Terdapat bagian melengkung tajam antara kedua proses pembakaran itu (titik z).

Proses ekspansi pada siklus kerja aktual disertai afterburning dan terjadi perpindahan panas antara gas dengan dinding silinder, sehingga garis ekspansi tidak adiabatik tapi berupa kurva kompleks (seperti pada langkah kompresi) yang mengikuti persamaan politropik dengan nilai eksponen yang bervariasi. Proses buang dimulai sebelum torak mencapai TMB yang membuat proses bilas menjadi lebih baik, sehingga akhir langkah ekspansi ditandai dengan penurunan tekanan yang tajam (awal langkah buang).

Saat torak bergerak dari TMB ke TMA, hambatan pada sistem buang menaikkan tekanan gas saat meninggalkan silinder. Disamping itu, gerakan torak yang tidak seragam (seperti pada langkah isap) menghasilkan fluktuasi tekanan gas di dalam pipa-pipa buang. Garis langkah buang merupakan kurva bergelombang dengan bagian utama berada diatas garis tekanan atmosfer.

Dari penjelasan di atas, langkah isap dan buang pada diagram indikator aktual dari mesin 4 langkah akan beririsan pada suatu luasan negatif.

Perhitungan termodinamika tanpa turbocharger

Untuk perhitungan termodinamika pada perancangan kali ini dipilih siklus aktual. Siklus ini memberikan hasil yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Dengan menggunakan siklus aktual diharapkan kondisi yang sebenarnya dapat diketahui, sehingga dalam perancangan turbocharger dapat dipilih parameter-parameter yang baik.

Berikut adalah data kendaraan tanpa turbocharger:

Jenis kendaraan    : mobil penumpang

Tipe mesin    : mesin diesel injeksi langsung 4 langkah

Jumlah silinder    : 4 silinder sebaris

Volume sillinder    : 2499 cc

Volume tiap silinder    : 624,75 cc

Daya    : 74 PS (72,9862 hp) pada 4100 rpm

Torsi    : 16,2 Nm pada 2300 rpm

Diameter silinder (bore)    : 93 mm (0,093 m)

Panjang langkah (stroke)    : 92 mm (0,092 m)

Perbandingan kompresi    : 1:18,5

(Sumber: Informasi Umum Automotif Izusu Training Center)

Langkah isap

Tekanan akhir langkah isap

Tekanan gas pada awal langkah kompresi pa, bergantung pada disain sistem isap untuk memuati silinder dengan udara atau campuran. Tekanan ini juga bergantung pada sistem buang yang berfungsi untuk membuang hasil pembakaran dari dalam silinder. Harga pa ditentukan juga oleh beban dan kecepatan mesin.

Untuk mesin tanpa supercharger, tekanan akhir langkah isap adalah (Petrovsky, hal. 27)

    (3.5)

Dengan mengambil po sebesar 1 atm dan koefisien po sebesar 0,885, maka


 

Suhu akhir langkah isap

Jumlah panas udara yang diberikan ke dinding silinder sebesar (Petrovsky, hal. 27)


 

dengan,

We    : massa udara (kg) yang ada di dalam silinder pada akhir langkah isap yaitu pada awal langkah kompresi.

cp    : kalor jenis tekanan konstan udara (kcal/(kg oC)).

T0    : suhu udara luar (K).

Jumlah panas di dalam gas sisa (residual gases), yaitu hasil pembakaran yang masih tersisa di dalam silinder (menempati volume sisa) setelah proses pembilasan adalah (Petrovsky, hal. 28)


 

dengan,

Wr    : massa gas sisa

c'p    : kalor jenis tekanan konstan gas sisa.

Tr    : suhu gas sisa sebelum bercampur dengan udara segar. Harga Tr berkisar 700 – 800 oC (Petrovsky, hal. 32).

Jumlah kalor yang diterima oleh udara dari dinding silinder dan torak yang panas sebesar (Petrovsky, hal. 28)


 

dengan Dtw adalah kenaikan suhu udara akibat bersentuhan dengan dinding silinder dan torak. Harga Dtw berkisar 10-20 oC (Petrovsky, hal. 81).

Jumlah panas total pada gas (campuran udara + gas residu) pada awal langkah kompresi adalah (Petrovsky, hal. 28)


 

dengan mengabaikan perbedaan kalor spersifik antara udara, gas sisa dan campuran akhir, yaitu diasumsikan cp = c'p = cpmix, maka keseimbangan energinya adalah


 

maka suhu gas di dalam silinder pada awal langkah isap

    (3.6)

Jumlah relatif gas sisa di dalam silinder dievaluasi dengan koefisien gas residu gr yang merupakan perbandingan jumlah mol gas residu Mr dan jumlah mol udara Me (Petrovsky, hal. 29)

    (3.7)

atau

    (3.8)

dengan mm adalah massa molekul campuran, dan mr adalah massa molekul gas sisa hasil pembakaran; mm ≈ mr. Nilai gr merupakan derajat pembilasan. Untuk mesin 4 langkah tanpa turbocharger
gr = 0,03 – 0,04. Dari persamaan 3.8 didapat Wr = grWe, dengan mensubstitusikan ke persamaan 3.6 didapat (Petrovsky, hal. 29)

    (3.9)

Dengan memilih Dtw = 15 oC; gr = 0,035; Tr = 750; dan T0 = 28 oC = 301 K; maka


 

Efisiensi pengisian (efisiensi volumetrik) dan koefisien gas sisa

Efisiensi pengisian silinder adalah perbandingan antara jumlah muatan segar aktual We yang dikompresi di dalam silinder dengan jumlah Wo yang akan diisikan di dalam volume kerja silinder Vd pada tekanan dan suhu udara luar (p0 dan T0). Pada mesin tanpa supercharger, p0 dan T0 menyatakan tekanan dan suhu udara luar, tapi pada mesin dengan supercharger p0 = psup dan T0 = Tsup yang merupakan tekanan dan suhu udara setelah melewati blower. Maka efisiensi pengisian (Petrovsky, hal. 30)

    (3.10)

dengan g0 adalah massa spesifik udara pada p0 dan T0.

Massa udara sebelum kompresi adalah (Petrovsky, hal. 30)


 

dengan Ve adalah volume udara kerja di dalam silinder pada p0 dan T0.

Dengan demikian efisiensi pengisian dapat dinyatakan sebagai perbandingan volume (Petrovsky, hal. 30)

    (3.11)

dari persamaan (3.8) koefisien gas sisa dapat dinyatakan sebagai


 

karena berdasarkan persamaan (3.10)


 

maka


 

Berdasarkan persamaan karakteristik

dan

dengan Ra dan R0 adalah konstanta gas, maka substitusi Wa dan W0 ke persamaan sebelumnya dengan menganggap Ra ≈ R0 menghasilkan


 

Perbandingan volume Va/Vd dapat dituliskan


 

Dengan demikian persamaan efisiensi pengisian dapat ditulis

    (3.12)

maka harga hch dapat diketahui yaitu


 

Langkah kompresi

Tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi

Dari persamaan garis politropik, tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi adalah (Petrovsky, hal. 32)

    (3.13)

dan

    (3.14)

dengan n1 adalah eksponen politropik rata-rata.

Persamaan (3.13) dan (3.14) memungkinkan tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi diketahui apabila tidak ada pembakaran sebelum TMA.

Eksponen kompresi politropik

Pada mesin sesungguhnya, proses kompresi disertai dengan perpindahan panas antara gas dan dinding silinder. Dengan demikian, garis kompresi tidaklah adiabatik. Untuk bagian-bagian kecil yang terpisah, garis ini diasumsikan politropik dengan persamaan


 

dengan nc adalah eksponen kompresi politropik yang sesungguhnya, dan berubah-ubah terhadap suhu. Nilai nc dipengaruhi oleh perpindahan panas di dalam silinder.

Untuk menyederhanakan perhitungan tekanan pc dan suhu Tc, garis kompresi diasumsikan berupa kurva politropik dengan nilai eksponen rata-rata n1 sedemikian rupa sehingga harga numeris pc dan Tc adalah sama dengan harga variabel yang didapat dari kurva politropik kompresi dengan eksponen yang bervariasi.

Saat putaran mesin naik, waktu kontak antara gas dan dinding silinder menjadi berkurang. Hal ini berakibat perpindahan panas menjadi berkurang. Dengan demikian, dengan naiknya kecepatan mesin akan naik pula harga n1. Harga ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya beban dan naiknya suhu torak.

Eksponen rata-rata dari kompresi politropik dapat dihitung dengan suatu metode. Metode ini menyatakan kesetimbangan energi pada garis kompresi untuk (Me+Mr) mol udara segar Me dan gas residu Mr adalah (Petrovsky, hal. 33)


 

dengan,

Uc dan Ua    : energi dalam dari gas pada titik c dan a.

Qc    : jumlah panas yang diterima gas dari dinding silinder saat langkah kompresi.


 

adalah jumlah panas yang sama dengan kerja kompresi politropik pada garis ac.

Dengan menganggap Qc = 0, yaitu kompresi secara adiabatik (n1 = k1), didapat persamaan kesetimbangan panas untuk jumlah mol (Me+Mr) dari udara yang terkompresi (Petrovsky, hal. 34)


 

apabila dibagi dengan Me maka didapat


 

atau

    (3.15)

dengan,

ua dan uc    : energi dalam untuk tiap 1 mol udara segar dan gas sisa.

mcv dan mcvr    : panas jenis isokorik molar gas ditentukan oleh (lihat persamaan (3.33) dan (3.34))


 

Jika γr = 0 dan , maka didapat


 

sehingga setelah transformasi didapatkan


 

Karena dari persamaan (3.15) suhu , maka

    (3.16)

Dengan memecahkan persamaan (3.16) sebagai fungsi homogen (ruas kanan sama dengan nol) maka harga eksponen rata-rata dari kurva kompresi k1 adalah akar dari persamaan (3.17).

    (3.17)

Dengan mengambil harga A + BT = 4,62 + 53 ´ 10-5T (untuk nitrogen, oksigen dan udara), maka persamaan (3.17) menjadi


 

Persamaan di atas apabila diselesaikan dengan metode komputasi maka akan menghasilkan nilai k1 = 1,3733843518440747022424375245464. Pembulatan 4 angka di belakang koma menghasilkan k1 = 1,3734.


 

Gambar 3.4 Grafik harga k1.

Dengan menganggap n1
k1 = 1,3734 (Petrovsky, hal. 87); maka tekanan dan suhu akhir kompresi adalah

dan

Pembakaran

Proses pembakaran terjadi saat piston berada beberapa derajat sebelum TMA. Campuran udara dan bahan bakar yang terkurung di dalam ruang bakar dimampatkan pada saat proses kompresi, sehingga tekanan dan suhu di dalam ruang bakar naik secara tiba-tiba.

Pada proses ini terjadi pembakaran campuran bahan bakar dan udara yang unsur utamanya adalah karbon, hidrogen dan oksigen. Udara mengandung 23% oksigen (O2) dan 76,7% nitrogen (N2) dalam basis massa, sedangkan mengandung 21% oksigen dan 79% nitrogen dalam basis volume.

Bahan bakar yang digunakan berupa bahan bakar cair (minyak solar) dan memiliki komposisi C = 86%; H2 = 13%; O2 = 1%.

Reaksi kimia pada pembakaran bahan bakar cair

Pada pasal ini akan dihitung jumlah udara yang dibutuhkan untuk membakar bahan bakar dan juga jumlah hasil sisa pembakaran. Misalkan 1 kg mengandung c kg karbon, h kg hidrogen dan o kg oksigen.


 

Reaksi pembakaran sempurna dari karbon adalah


 

dengan memasukkan massa atom relatif untuk karbon dan oksigen maka didapat


 

maka pembakaran 1 kg C adalah


 

dan pembakaran c kg karbon adalah


 

Jika diubah ke bentuk mol maka didapat

    (3.18)

Persamaan ini menunjukkan bahwa pembakaran sempurna karbon tidak memberikan perubahan volume yang berarti.

Reaksi pembakaran kurang sempurna karbon menjadi karbon monoksida


 

atau


 

Diubah ke bentuk mol menjadi


 

atau untuk c kg karbon

    (3.19)

Dapat dilihat bahwa reaksi pembakaran kurang sempurna karbon akan menghasilkan gas CO dengan volume 2 kalinya, mol.

Reaksi pembakaran sempurna gas hidrogen.


 

Dengan diubah ke bentuk massa maka didapat


 

Maka pembakaran 1 kg hidrogen


 

dan pembakaran h kg hidrogen adalah


 

Diubah ke bentuk mol

    (3.20)

Dapat dilihat bahwa saat hidrogen dibakar maka pertambahan volumenya adalah mol.

Jumlah teoritis udara yang dibutuhkan untuk membakar bahan bakar

Jumlah teoritis udara yang dibutuhkan untuk membakar 1 kg bahan bakar tergantung pada komposisi bahan bakar tersebut. Misalkan 1 kg bahan bakar mengandung c kg karbon, h kg hidrogen dan o kg oksigen. Maka berdasarkan reaksi pembakaran sempurna C dan H2 (persamaan (3.19) dan (3.20)), jumlah teoritis oksigen yang dibutuhkan untuk membakar 1 kg bahan bakar adalah (Petrovsky, hal. 37)


 

dengan adalah jumlah mol oksigen di dalam bahan bakar. Karena bahan bakar juga mengandung oksigen, maka sebagian oksigen diambil dari bahan bakar. Jumlah oksigen di atmosfer adalah 21% (dalam basis volume). Jumlah teoritis udara yang dibutuhkan untuk membakar 1 kg bahan bakar adalah (Petrovsky, hal. 32)

    (3.21)

atau


 

    (3.22)

dengan adalah karakteristik bahan bakar.

Jika bahan bakar mengandung 86% karbon, 13% hidrogen dan 1% oksigen, maka kebutuhan udara secara teoritis adalah


 

Massa teoritis udara adalah (Petrovsky, hal. 37)

    (3.23)

dengan 28,95 kg/mol adalah massa molekul udara.

Dengan demikian massa teoritis udara yang diperlukan untuk proses pembakaran 1 kg bahan bakar adalah


 

Dalam unit volumetrik pada suhu 15 oC dan tekanan 735,5 mmHg (Petrovsky, hal. 37)

    (3.24)

sehingga volume udara yang diperlukan sebesar


 

atau dalam unit volumetrik pada suhu T0 (301 K) dan tekanan p0 (1 atma)

    (3.25)


 

Koefisien udara berlebih

Jumlah teoritis udara yang disajikan dalam persamaan (3.21) – (3.25) menyatakan pembakaran sempurna komponen bahan bakar apabila bahan bakar tercampur sempurna dengan udara. Pada kondisi yang sesungguhnya pencampuran sempurna sulit untuk dicapai, dengan demikian kebanyakan jenis mesin menggunakan udara melebihi jumlah teoritisnya.

Perbandingan antara jumlah aktual udara L dengan jumlah teoritisnya L0 disebut koefisien udara berlebih (Petrovsky, hal. 38).

    (3.26)

Koefisien udara berlebih tergantung pada jenis mesin dan beban. Koefisien udara berlebih selain dapat ditentukan dengan eksperimen, dapat juga dengan menganalisa gas sisa pembakaran yang mengalir di dalam manipol buang. Harga α untuk mesin diesel kecepatan tinggi adalah 1,3 – 1,7 (Petrovsky, hal. 38), dengan demikian harga α > 1. Pada perancangan kali ini digunakan α = 1,7.

Kebutuhan udara aktual dihitung dengan persamaan (3.26)


 

Komposisi gas hasil pembakaran dengan a > 1

Hasil pembakaran sempurna dari bahan bakar hidrokarbon yang terbentuk apabila a > 1 adalah CO2, H2O, N2 dan O2. Jumlah komponen hasil pembakaran yang didapat dengan membakar 1 kg bahan bakar adalah (Petrovsky, hal. 39)

karbondioksida (persamaan (3.18)) adalah ,

uap air (persamaan (3.20)) adalah ,

nitrogen di dalam udara dengan adalah dan

oksigen yang tidak ikut terbakar

Dengan demikian dapat dihitung hasil proses pembakaran 1 kg bahan bakar:


 


 


 


 

Jumlah total gas pembakaran adalah


 

dengan memasukkan persamaan (3.21) ke persamaan di atas didapat

    (3.27)


 

Jumlah total hasil pembakaran dalam unit volumetrik pada suhu 15 oC dan tekanan 735,5 mmHg adalah (Petrovsky, hal. 39)

    (3.28)


 

Volumetrik relatif dari gas-gas penyusun hasil pembakaran adalah

    (3.29)

Harap diketahui bahwa


 

Koefisien perubahan molar

Dapat dilihat dari persamaan (3.27) bahwa volume gas di dalam silinder per kg bahan bakar cair meningkat setelah pembakaran sebesar


 


 

Perubahan volume gas di dalam silinder saat pembakaran dinyatakan dengan koefisien kimia perubahan molar μ0, yang merupakan perbandingan jumlah mol gas setelah pembakaran Mg dengan jumlah mol muatan segar sebelum pembakaran Me (Petrovsky, hal. 40).

    (3.30)


 

Karena muatan campuran bahan bakar selalu berisi Mr mol gas sisa, perubahan aktual jumlah mol gas setelah pembakaran dinyatakan dengan koefisien perubahan molar (Petrovsky, hal. 40).

    (3.31)

Jika persamaan di atas dibagi dengan Me maka

    (3.32)


 

Untuk bahan bakar cair harga μ0 dan μ selalu lebih dari satu untuk setiap harga α.

Kapasitas panas molar gas

Kapasitas panas molar rata-rata gas pada volume konstan berubah-ubah terhadap suhu. Harga dari kapasitas panas molar rata-rata dapat diperkirakan dengan persamaan (Petrovsky, hal. 47)

    (3.33)

    (3.34)

dengan A, A' dan B adalah koefisien yang didapat dari eksperimen untuk tiap jenis gas.

Berikut adalah perkiraan emperis untuk kapasitas panas isokorik molar rata-rata gas yang ada di dalam sisa pembakaran, untuk suhu antara 0 – T K (Petrovsky, hal. 47).

karbondioksida

    (3.35)

uap air

    (3.36)

nitrogen, oksigen dan udara


 

dan untuk gas dengan suhu antara 0 – t oC

karbondioksida


 

uap air


 

nitrogen, oksigen dan udara


 

Kapasitas panas molar rata-rata gas pada tekanan konstan dapat ditentukan dengan (Petrovsky, hal. 48)


 

Kapasitas panas isokorik molar rata-rata untuk fluida kerja dan gas-gas hasil pembakaran dapat dinyatakan dengan hubungan yang sama seperti persamaan (3.33) dan (3.34)

    (3.37)

    (3.38)

Koefisien Aa, Ag, Ba dan Bg dihitung berdasarkan aturan untuk mencari panas spesifik campuran gas sisa pembakaran (Petrovsky, hal. 48)

    (3.39)

dengan,

υ    : komponen volumetrik gas-gas sisa pembakaran berdasarkan persamaan (3.29).

mcv    : kapasitas panas isokorik molar rata-rata berdasarkan persamaan (3.37) dan (3.38).

Berdasarkan persamaan (3.38) dan (3.39) dapat diungkapkan


 

maka,

    (3.40)

Dengan demikian, hasil pembakarannya

    (3.41)

    (3.42)


 


 

maka didapat nilai kapasitas panas isokorik molar rata-rata untuk gas sisa hasil pembakaran dari persamaan (3.38)


 

Koefisien Aa dan Ba untuk fluida kerja dapat ditentukan dengan cara yang sama. Kapasitas panas isobarik molar rata-rata dari hasil pembakaran dapat ditentukan dengan (Petrovsky, hal. 48)

    (3.43)


 

Kapasitas panas isokorik molar rata-rata udara pada akhir langkah kompresi dengan suhu Tc (persamaan (3.37)) adalah


 

Persamaan termodinamika pembakaran

Suhu akhir pembakaran

Untuk memudahkan perhitungan, maka dianggap siklus kerja merupakan siklus gabungan (siklus ideal). Panas yang dilepaskan saat pembakaran antara titik c, z0, z dipakai untuk menaikkan energi dalam (U) fluida kerja dan juga untuk melakukan kerja luar.

Dengan demikian persamaan kesetimbangan energi untuk garis c-z0-z adalah (Petrovsky, hal. 44)

    (3.44)

Panas yang dilepaskan saat pembakaran 1 kg bahan bakar adalah (Petrovsky, hal. 44)

    (3.45)

dengan,

Ql    : nilai kalor bawah.

ξz    : koefisien guna panas dalam segmen pembakaran pada garis pembakaran sepanjang garis c-z0-z. Untuk mesin diesel ξz = 0,65 – 0,85.

Koefisien guna panas dengan memperhitungkan rugi-rugi panas (Petrovsky, hal. 44)


 

yang menyertakan bagian panas yang dilepaskan setelah akhir proses pembakaran yaitu setelah titik z, dan bagian panas yang dikeluarkan ke dinding silinder selama garis c-z0-z.

Energi dalam gas pada titik z (Petrovsky, hal. 44)

    (3.46)

dengan,

(mcv)g    : kapasitas panas isokorik molar rata-rata dari hasil pembakaran dari suhu 0 – T K.

Tz    : suhu gas pada akhir pembakaran (titik z).

Energi dalam gas (muatan segar + gas sisa pembakaran) pada titik c untuk 1 kg bahan bakar adalah (Petrovsky, hal. 44)

    (3.47)

dengan,

    : jumlah mol udara.

(mcv)mix    : kapasitas panas isokorik rata-rata dari udara bercampur gas residu dari 0 – T K.

Tc    : suhu gas pada akhir langkah kompresi (titik c).

Panas yang ekivalen dengan kerja mekanis yang dilakukan gas antara zo dan z adalah (Petrovsky, hal. 45)


 

dengan,

Vz    : volume (Mg+Mr) pada titik z.

Vc    : volume (Mr+) pada titik c.

Dari persamaan karakteristik


 

maka


 

karena kkal/kg.m maka

    (3.48)

Dengan mensubstitusikan persamaan (3.45) – (3.48) ke dalam persamaan kesetim-bangan panas (3.44) maka didapat


 

atau


 

Dengan membagi kedua ruas dengan dan mengganti nilai (mcp)g dengan (mcv)g + 1,985 maka didapat persamaan pembakaran untuk siklus gabungan yang disajikan dalam kapasitas panas molar rata-rata dari 0 – T K.


 

atau

    (3.49)

Dengan mensubstitusi persamaan (3.44) dari persamaan (3.46) dan (3.47) dengan kapasitas panas rata-rata dari 0 – t oC dan dari persamaan sebelumnya yaitu persamaan (3.45) dan (3.48) menghasilkan


 

Jika kedua ruas dibagi dengan maka


 

Dengan demikian persamaan pembakaran untuk siklus gabungan yang disajikan dalam kapasitas panas molar rata-rata dari 0 – t oC akan berbentuk


 

karena maka

    (3.50)

Apabila persamaan di atas digunakan untuk kapasitas panas molar rata-rata dari 0 – T K maka akan berbentuk

    (3.51)

Untuk siklus tekanan konstan kenaikan tekanan λ = 1, dengan demikian persamaan pembakaran untuk kapasitas panas molar rata-rata dari 0 – T K berbentuk

    (3.52)

dan untuk kapasitas panas molar rata-rata dari 0 – t oC adalah

    (3.53)

Tekanan akhir pembakaran

Tekanan pada akhir langkah pembakaran pz tergantung pada jenis mesin, kecepatan dan sudut engkol saat bahan bakar diinjeksikan (untuk mesin diesel) atau pada saat busi dinyalakan (untuk mesin dengan karburator).

Untuk mencari persamaan untuk perbandingan ekspansi awal ρ, terlebih dahulu dituliskan perbandingan persamaan karakteristik untuk gas ideal pada titik z dan c pada siklus gabungan.

    (3.54)

dengan

    (3.55)

Pada siklus tekanan konstan Vz = Vc dan dengan persamaan (3.54) persamaan untuk tekanan pada akhir langkah pembakaran adalah

    (3.56)

Karena harga-harga kenaikan tekanan λ dan suhu akhir pembakaran Tz belum diketahui, maka terlebih dahulu dinyatakan dalam variabel pz.

dan


 

Dengan memilih ξ = 0,83 dan nilai kalor bahan bakar Ql = 10100 kkal/kg, maka persamaan (3.51) dapat ditulis


 

Dengan menyelesaikan persamaan di atas dan mengubahnya menjadi persamaan homogen maka didapatkan persamaan


 

Apabila persamaan di atas dipecahkan dengan metode komputasi maka didapatkan akar-akar pz1 = -517.4618 dan pz2 = 114,0731. Karena untuk tekanan absolut tidak ada tekanan negatif maka digunakan pz = 114,0731 atma.

Maka suhu pada akhir langkah kompresi adalah


 

kenaikan tekanan λ adalah sebesar


 

dan perbandingan ekspansi awal ρ (persamaan (3.55))


 

Langkah ekspansi

Setelah terjadi proses pembakaran bahan bakar dengan udara karena tekanan yang sangat kuat, maka dihasilkan tenaga yang mampu mendorong torak dari TMA ke TMB. Langkah ini adalah proses perubahan energi panas menjadi energi mekanik. Karena gerakan torak dari TMA ke TMB, maka volume silinder akan menjadi besar dan tekanan udara dalam silinder akan menurun.

    Proses ekspansi merupakan proses politropik dengan eksponen politropik n2. Setelah langkah ekspansi dilanjutkan dengan proses pembuangan yang diawali saat katup buang mulai terbuka.

Eksponen kurva ekspansi politropik

Proses ekspansi yang sebenarnya disertai dengan pertukaran panas antara gas dan dinding silinder. Dengan demikian garis ekspansi tidaklah adiabatik tetapi berupa kurva politropik seperti kurva kompresi.


 

dengan neks adalah eksponen politropik ekspansi.

Harga neks dipengaruhi oleh pertukaran panas dan afterburning bahan bakar di dalam silinder.

Untuk mempermudah perhitungan suhu dan tekanan gas, maka garis ekspansi z-b (Gambar 3.3) dianggap kurva politropik yang mematuhi persamaan dengan eksponen rata-rata yang konstan n2. Kurva ini memiliki harga suhu dan tekanan akhir ekspansi yang sama dengan kurva politropik dengan eksponen yang bervariasi neks.

Harga eksponen politropik rata-rata n2 dapat ditentukan seperti pada eksponen n1, dengan mengasumsikan bahan bakar terbakar habis pada akhir ekspansi (titik b). Persamaan kesetimbangan panas pada akhir langkah ekspansi adalah (Petrovsky, hal. 51)


 

dengan Qw adalah panas yang dirambatkan ke dinding saat proses pembakaran dan ekspansi, harganya ditentukan dengan eksperimen.

Dengan demikian koefisien guna panas pada titik b


 

Kemudian, ξb menunjukkan bahwa jumlah kalor bahan bakar digunakan untuk melakukan kerja mekanis dan untuk menaikkan energi dalam pada garis pembakaran dan ekspansi.

Kesetimbangan panas saat ekspansi z-b adalah (Petrovsky, hal. 52)


 

dengan uz dan ub adalah energi dalam dari 1 mol gas pada titik z dan b.

adalah panas yang ekivalen dengan kerja saat ekspansi politropik gas dari titik z ke titik b.

Diasumsikan bahwa jumlah panas yang ditambahkan ke gas pada garis ekspansi saat afterburning bahan bakar adalah sama dengan jumlah panas yang dirambatkan ke dinding silinder. Karena (ξbQl – ξzQl) adalah kenaikan panas neto di dalam gas yang berekspansi karena afterburning dan perpindahan panas ke dinding, maka berdasarkan asumsi ξbQl = ξzQl dan ξb = ξz. Kemudian diasumsikan tidak ada perpindahan panas dan garis ekspansi berubah menjadi kurva adiabatik dengan eksponen k2.

Dalam kondisi seperti ini persamaan kesetimbangan panasnya adalah (Petrovsky, hal. 52)


 

karena itu, dengan mcv = Ag + BgT maka didapat


 

setelah mengganti dan setelah tranformasi maka didapatkan

    (3.57)

Untuk siklus volume konstan δ = ε, karena dari perhitungan di atas diketahui r = 1. Dengan menyelesaikan persamaan (3.57) maka didapatkan k2 yang diasumsikan sama dengan n2 (n2 ≈ k2). Harga numeris eksponen ekspansi politropik n2 bervariasi antara 1,15 – 1,30.

Dengan harga δ = ε = 18,5 maka persamaan (3.57) dapat ditulis dalam bentuk persamaan homogen.


 

Apabila persamaan di atas dieselesaikan maka didapat harga k2 = 1,284. Harga ini diasumsikan sama dengan n2 (k2 = n2).

Tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi

Dari persamaan politropik didapat tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi (Petrovsky, hal. 52)

    (3.58)


 

dengan δ = Vb/Vz = ε = 18,5.

    (3.59)


 

Perhitungan daya tanpa turbocharger

Tekanan indikasi rata-rata

Meskipun efisiensi siklus udara sangat ditentukan oleh perbandingan kompresi tetapi tekanan, temperatur dan kerja yang dihasilkan per siklus tergantung pada pa, Ta dan kalor yang ditambahkan (Q1). Selain itu selama siklus berlangsung, suhu dan tekanannya selalu berubah-ubah. Oleh karena itu sebaiknya dicari harga tekanan tertentu (yang konstan) yang apabila mendorong torak sepanjang langkahnya dapat menghasilkan kerja per siklus yang sama dengan siklus yang dianalisis. Tekanan tersebut disebut tekanan indikasi rata-rata.

Untuk mencari persamaan tekanan indikasi rata-rata, diasumsikan siklus kerjanya adalah siklus gabungan dengan langkah ekspansi dan kompresi berupa kurva politropik dengan eksponen rata-rata n2 dan n1.

Persamaan umum untuk tekanan indikasi rata-rata adalah


 

dengan Wit adalah kerja indikasi yang dinyatakan dengan luasan pada diagram indikasi teoritis (kg-m).

Kerja indikasi Wit merupakan jumlah aljabar kerja pada langkah pembakaran Wcom ekspansi Wexp dan kompresi Wc


 

Kerja positif pada pembakaran isobarik (garis z0-z) adalah


 

atau


 

Karena


dan

maka


 

Kerja positif ekspansi politropik (garis z-b) adalah (Petrovsky, hal. 53)


 

Dari persamaan karakteristik dari titik b ke titik z


 

dan dari persamaan ekspansi politropik


 

maka didapatkan persamaan


 

Karena


 

maka setelah substitusi didapat persamaan


 

Kerja negatif pada kompresi politropik adalah (Petrovsky, hal. 54)


 

Dari persamaan karakteristik untuk titik a dan titik c


 

dan dari persamaan kompresi politropik


 

Setelah substitusi dan transformasi


 

Apabila persamaan untuk Wcom, Weks dan Wc dijumlahkan maka akan didapat persamaan untuk kerja indikasi pada siklus dasar.


 

Karena maka


 

Berdasarkan persamaan umum untuk pit yang dinyatakan sebelumnya, tekanan indikasi rata-rata pada siklus gabungan (kg/cm2) adalah

    (3.60)

Untuk siklus tekanan konstan λ = 1 didapat

    (3.61)

dan untuk siklus volume konstan ρ = 1 didapat

    (3.62)

Karena dari perhitungan sebelumnya ρ = 1, maka dipakai siklus volume konstan. Harga pc terlebih dahulu diubah dari atmosfer absolut (atma) menjadi kg/cm2.


 

Untuk mendapatkan harga tekanan indikasi rata-rata yang sebenarnya, harga pit harus dikoreksi pada pembulatan pada sudut yang tajam pada diagram indikasi. Hal ini akan membuat pendekatan yang lebih baik pada tekanan indikasi aktual.

Tekanan indikasi rata-rata yang telah dikoreksi adalah (Petrovsky, hal. 55)

    (3.63)

dengan φ adalah faktor koreksi pada diagram indikasi. Pada mesin 4 langkah φ = 0,95 – 0,97.

Jika dipilih harga φ = 0,97 maka tekanan indikasi rata-rata aktualnya


 

Daya indikasi dan daya kuda rem

Kerja yang dilakukan gas di dalam silinder pada langkah kerja disebut kerja indikasi (Petrovsky, hal. 57).

    (3.64)

dengan Pi adalah tekanan indikasi rata-rata (kg/m2).

Dari perhitungan di atas diketahui pi = 8,0031 kg/cm2, maka Pi = 8003,1 kg/m2.


 

Kerja yang dikeluarkan poros disebut kerja efektif. Kerja efektif lebih kecil dibanding kerja indikasi karena mesin yang sesungguhnya harus mengatasi hambatan internal. Maka kerja efektif per siklus di dalam silinder adalah (Petrovsky, hal. 57)

    (3.65)

dengan Wm adalah kerja yang dilakukan oleh hambatan internal. Biasanya merujuk pada kerja oleh rugi-rugi mekanis.

Kerja efektif dinyatakan dengan persamaan


 

dengan Pe adalah tekanan efektif rata-rata dalam kg/m2.

Tekanan indikasi rata-rata adalah tekanan yang apabila dikalikan dengan volume langkah Vd akan menghasilkan kerja efektif per siklus. Kerja yang dilakukan rugi-rugi mekanis adalah


 

dengan Pm adalah tekanan rata-rata dari rugi-rugi mekanis dalam kg/m2, atau disebut juga tekanan mekanis rata-rata.

Tekanan rata-rata dari rugi-rugi mekanis adalah besaran yang menyatakan suatu tekanan yang apabila dikalikan dengan volume langkah torak akan menghasilkan kerja rugi-rugi mekanis per siklus. Dengan memasukkan We, Wm dan Wi ke dalam persamaan (3.65) akan memberikan hubungan antara tekanan efektif rata-rata, tekanan indikasi rata-rata dan tekanan rugi-rugi mekanis rata-rata.

    (3.66)

Persamaan di atas mengungkapkan bahwa tekanan efektif rata-rata lebih kecil dibanding tekanan indikasi rata-rata. Kerja yang dilakukan gas di dalam silinder tiap satuan waktu disebut daya kuda indikasi Ni (ihp). Daya yang dikeluarkan poros engkol disebut daya kuda rem Nb (bhp). Daya kuda rem dapat diungkapkan dengan persamaan (Petrovsky, hal. 58)


 

dengan Nm adalah daya dari rugi-rugi mekanis yang dilakukan untuk mengatasi hambatan internal. Karena kerja yang dilakukan gas di tiap silinder adalah sama dengan Wi (kgm), maka kerja indikasi per detik adalah daya indikasi, yaitu (Petrovsky, hal. 58)


 

atau dalam daya kuda

    (3.67)

dengan,

i    : jumlah silinder.

n    : kecepatan poros engkol (rpm).

k    : jumlah siklus kerja per menit.

z    : rasio siklus langkah. Menunjukkan jumlah putaran poros engkol per siklus.
z = n/k; untuk mesin 4 langkah z = 2.

Dengan mengganti kerja indikasi Wi dengan persamaan (3.64) maka didapat daya kuda indikasi

    (3.68)

Untuk mesin 4 langkah z = 2, maka persamaan di atas menjadi

    (3.69)

Dari data kendaraan diketahui kecepatan mesin pada daya maksimal adalah sebesar 4100 rpm, maka harga Ni adalah


 

Daya kuda rem untuk mesin 4 langkah dan 2 langkah adalah


 

Daya kuda rem dan daya indikasi per volume langkah torak disebut daya kuda rem spesifik Nbs dan daya indikasi spesifik Nis.

    (3.70)


 

    (3.71)


 

Daya rugi-rugi mekanis

Daya rugi-rugi mekanis dinyatakan dengan cara yang sama seperti daya indikasi (Petrovsky, hal. 59)

    (3.72)

dengan pm adalah tekanan rata-rata dari rugi-rugi mekanis dalam kg/m2 yang sama dengan pi–pe.

Untuk menghitung rugi-rugi mekanis relatif digunakanlah efisiensi mekanis. Efisiensi mekanis menyatakan perbandingan daya kuda rem dan daya indikasi (Petrovsky, hal. 60).

    (3.73)

Dari data kendaraan diketahui daya kuda rem sebesar 74 PS (72,9862 hp) maka efisiensi mekanisnya adalah


 

karena Nb = Ni – Nm, maka

    (3.74)

Dengan demikian efisiensi mekanis menunjukkan seberapa besar daya indikasi yang tersedia pada poros. Harga ηm menyatakan jumlah daya indikasi
(1 – ηm)Ni yang dipakai untuk melawan hambatan internal.

Apabila diketahui daya indikasi dan efisiensi mekanis, maka daya dari rugi-rugi mekanis adalah

    (3.75)


 

Efisiensi mekanis menghubungkan harga daya indikasi dan harga daya kuda rem.

    (3.76)

dan juga tekanan indikasi rata-rata dan tekanan efektif rata-rata

    (3.77)


 

Karena pe = pi – pm, maka

    (3.78)

Dengan demikian tekanan rata-rata dari rugi-rugi mekanis adalah

    (3.79)


 

Efisiensi mekanis bertambah besar sebanding dengan beban. Harga untuk ηm berkisar antara 0,78 – 0,83 untuk mesin diesel 4 langkah.

Efisiensi termal rem dan efisiensi termal indikasi

Jumlah panas yang dikomsumsi oleh mesin tiap jam pada pembakaran sempurna untuk menghasilkan daya indikasi Ni adalah (Petrovsky, hal. 61)

    (3.80)

dengan Fh adalah konsumsi bahan bakar per jam.

Jumlah panas yang ekivalen dengan kerja indikasi per jam adalah (Petrovsky, hal. 61)

    (3.81)


 

dan jumlah panas yang ekivalen dengan kerja efektif per jam adalah (Petrovsky, hal. 61)

    (3.82)


 

Perbandingan

    (3.83)

disebut efisiensi termal indikasi.

Efisiensi termal indikasi adalah perbandingan antara kerja indikasi Wi dan jumlah kalor yang ditambahkan Q1 untuk melakukan usaha.

    (3.84)

Efisiensi termal indikasi menunjukkan derajat guna panas yang dihasilkan saat pembakaran yang digunakan untuk mendapatkan daya indikasi. Dari persamaan (3.84) didapat

    (3.85)

yang berarti efisiensi termal indikasi berbanding terbalik dengan konsumsi bahan bakar spesifik indikasi .

Perbandingan

    (3.86)

disebut efisiensi termal rem. Besaran ini menunjukkan derajat guna panas yang dikeluarkan saat pembakaran yang digunakan untuk menghasilkan daya kuda rem Nb pada poros. Dari persamaan (3.86) didapat

    (3.87)

dengan F adalah konsumsi bahan bakar spesifik efektif dalam kg/(hp-hr).

Perbandingan antara efisiensi termal rem dengan efisiensi termal indikasi berdasarkan persamaan (3.87) dan (3.85) adalah

    (3.88)

Dengan demikian, efisiensi termal rem dapat disajikan dalam bentuk


 

karena efisiensi termal indikasi


 

dengan,

ηt    : efisiensi termal teoritis.

ηr    : efisiensi relatif.

Efisiensi relatif adalah perbandingan antara kerja indikasi dengan kerja teoritis.

    (3.89)

Karena

    (3.90)

maka efisiensi relatif juga merupakan perbandingan antara efisiensi indikasi dengan efisiensi teoritis (termal).

Konsumsi bahan bakar spesifik

Perbandingan konsumsi per jam Fh dengan daya kuda rem Nb disebut konsumsi bahan bakar spesifik efektif (Petrovsky, hal. 63).

    (3.91)

Dengan menggabungkan konsumsi bahan bakar per jam dengan daya indikasi akan didapat konsumsi bahan bakar spesifik indikasi (Petrovsky, hal. 63).

    (3.92)

Karena berdasarkan persamaan (3.88) hubungan antara konsumsi bahan bakar spesifik efektif dan konsumsi indikasi adalah


 

dengan demikian konsumsi bahan bakar spesifik efektif adalah

    (3.93)

Harga Fi dan F adalah kriteria untuk nilai ekonomis mesin.

Jika sebuah mesin memiliki efisiensi pengisian ηch, koefisien udara berlebih α dan tekanan indikasi rata-rata pi, maka konsumsi udara per jam adalah (Petrovsky, hal. 63)


 

dengan n adalah kecepatan normal mesin.


 

Jumlah udara aktual yang digunakan untuk membakar 1 kg bahan bakar adalah (Petrovsky, hal. 63)


 


 

dengan demikian konsumsi bahan bakar per jam adalah

    (3.94)


 

Dengan persamaan (3.80) dapat dicari harga Qh


 

Dengan persamaan (3.92), harga Fi adalah


 

maka dari persamaan 3(.85) harga ηi adalah


 

Dengan persamaan (3.93) harga F dapat dicari


 

maka dari persamaan (3.87) harga ηb adalah


 

Perhitungan termodinamika dengan turbocharger

Pada turbocharging udara dihantarkan ke dalam silinder dengan bantuan kompresor sentrifugal yang terpasang pada poros. Pada poros ini juga terdapat turbin gas yang bekerja pada saluran gas buang. Pada inertia supercharging tekanan udara pada akhir langkah hisap mengalami kenaikan karena kenaikan energi kinetik kolom udara dan fluktuasi tekanan udara yang kuat pada saluran masuk silinder. Energi kinetik kolom udara meningkat dengan membuat kem katup masuk memiliki kontur khusus untuk menciptakan kevakuman yang tinggi di dalam silinder pada awal langkah isap dan menaikkan tekanan pada akhir langkah ini. Untuk menaikkan massa kolom udara dan memperoleh fluktuasi tekanan udara saat langkah isap, tiap silinder dilengkapi dengan pipa masuk secara tersendiri.

Kontur nonkonvensional pada kem katup masuk memberikan akselerasi yang lebih besar pada bagian roda gigi yang menggerakkan katup sehingga memperbesar gaya inersia pada bagian ini.


Gambar 3.5 Diagram indikator mesin dengan dan tanpa supercharger. Sumber: Petrovsky, hal. 201.

Gambar 3.5 memperlihatkan diagram indikator aktual mesin dengan dan tanpa supercharger. Seperti terlihat dari ilustrasi, supercharging menaikkan area pada diagram. Kurva pada langkah isap dan buang pada mesin dengan supercharger diilustrasikan dalam diagram indikator ofset (Gambar 3.6).


Gambar 3.6 Garis isap dan buang pada diagaram indikator ofset.
Sumber: Petrovsky, hal. 201.

Garis langkah isap pada mesin dengan supercharger nampak lebih tinggi daripada garis langkah buang hanya pada bagian tertentu, yaitu dekat TMA. Pada mesin dengan turbocharger, tekanan di dalam silinder saat langkah buang akan lebih besar daripada mesin dengan supercharger. Hal ini karena adanya tahanan turbin pada saluran buang.


 

Gambar 3.7 Diagram P-v teoritis superposed diesel 4 langkah,
kompresor dan turbin gas. Sumber: Petrovsky, hal. 201.

Diagram superposed teoritis diesel, turbin dan blower ditunjukkan Gambar 3.7. Sepanjang garis 2-a (garis adiabatik atau isotermal) udara ditekan dari tekanan atmosfer p0 = p2 ke tekanan supercharging psup = pa. Garis 1-2 dan a-3 mencirikan keadaan udara sebelum dan sesudah dikompresi di dalam blower sentrifugal. Garis r-a menunjukkan pemasukkan udara ke dalam silinder mesin. Garis a-c menunjukkan kompresi udara di dalam silinder. Garis c-z0-z adalah proses pembakaran. Garis z-b adalah ekspansi gas dan garis b-a-a'-i-r adalah proses keluar dan pengosongan (buang) gas dari dalam silinder. Secara teoritis tekanan udara di dalam silinder saat proses buang akan lebih rendah daripada tekanan supercharging dalam seluruh langkah torak.

Saat meninggalkan silinder, hasil pembakaran terekspansi di dalam manipol gas buang menjadi bertekanan pexp = pep dan suhunya turun menjadi T'ep. Keadaan gas (pep, T'ep) sebelum masuk turbin ditunjukkan pada titik m'. Ekspansi gas di dalam turbin terletak sepanjang garis m'-k' dan tekanannya turun menjadi pepo yang secara teoritis akan sama dengan tekanan udara atmosfer pepo = p0. Garis 4-m' dan k'-1 merupakan kondisi gas sebelum dan sesudah turbin. Area 1-2-a-3 menunjukkan kerja yang tersedia pada proses kompresi udara di dalam blower dan area 4-m'-k'-1 menunjukkan kerja yang tersedia pada turbin gas. Selisih dari luas area ini menggambarkan kerugian kerja di dalam transformasi energi pada turbin dan blower. Area r-a-a'-i-r dan a-c-z0-z-b-a merupakan kerja indiasi mesin. Area b-m'-a menunjukkan rugi-rugi kerja saat gas melewati katup buang dan nosel turbin, dan saat berekspansi di dalam pipa gas buang. Kerja ini tidak benar-benar hilang karena temperatur gas naik menjadi Tep dan volume spesifiknya menjadi nm sebelum masuk turbin. Dengan demikian keadaan aktual gas sebelum masuk turbin ditunjukkan titik m, sedangkan area m'-m-k-k' menunjukkan kenaikan kerja yang dilakukan oleh turbin gas.

Berikut adalah data kendaraaan yang dilengkapi dengan turbocharger.

Jenis kendaraan    : mobil penumpang

Tipe mesin    : mesin diesel injeksi langsung 4 langkah

Jumlah silinder    : 4 silinder sebaris

Volume sillinder    : 2499 cc

Volume tiap silinder    : 624,75 cc

Daya    : 80 PS (78,904 hp) pada 3900 rpm

Torsi    : 19,5 Nm pada 1800 rpm

Diameter silinder (bore)    : 93 mm (0,093 m)

Panjang langkah (stroke)    : 92 mm (0,092 m)

Perbandingan kompresi    : 1:17,5

(sumber: Informasi Umum Automotif Izusu Training Center)

Langkah isap

Tekanan akhir langkah isap

Tekanan akhir langkah isap untuk mesin dengan supercharger dapat dihitung dengan persamaan (3.95) berikut

    (3.95)

dengan psup adalah tekanan supercharger. Jika dipilih harga koefisien psup sebesar 0,925 dan psup sebesar 1,4 kg/cm2 atau sekitar 1,3553 atma (sumber: Wiranto Arismunandar, Penggerak Mula Motor Bakar Torak, hal. 114), maka tekanan pada akhir langkah isap adalah


 

Suhu akhir langkah isap

Pada mesin 4 langkah dan mesin 2 langkah dengan supercharger dan tanpa pendingin udara, terdapat kenaikan suhu udara saat kompresi di dalam supercharger. Di dalam mesin seperti itu selain Dtw juga diperkenalkan Δtsup (Petrovsky, hal. 28)


 

kenaikan suhu udara yang disebabkan kompresi di dalam supercharger dapat diperoleh dengan persamaan (Petrovsky, hal. 28)

    (3.96)

atau

    (3.97)

dengan,

n    : eksponen politropik garis kompresi dari supercharger; 1,4 – 1,6 untuk supercharger torak; 1,6 – 1,8 untuk supercharger rotari; dan 1,7 – 2,0 untuk supercharger sentrifugal.

Psup dan Tsup    : tekanan dan suhu pada keluaran supercharger.

had    : efisiensi adiabatik supercharger; 0,8 – 0,9 untuk supercharger torak; 0,72 – 0,8 untuk supercharger sentrifugal; dan 0,83 – 0,87 untuk supercharger aliran-aksial.

Jika diasumsikan n sebesar 1,7 (digunakan blower sentrifugal); suhu udara luar 301 K; tekanan udara luar 1 atm; maka berdasarkan persamaan (3.96) harga Δtsup adalah


 

Karena dengan memakai turbocharger proses pembilasan menjadi lebih baik, maka derajat pembilasan gr berharga nol. Apabila diasumsikan Δtw sebesar 15 oC; γr sebesar 0; dan suhu gas buang Tr sebesar 775 K; maka dari persamaan 3.9 suhu akhir langkah isap adalah


 

Efisiensi pengisian dan koefisien gas sisa

Dari persamaan (3.13) dapat dihitung efisiensi pengisian (efisiensi volumetrik)


 

Langkah kompresi

Eksponen kompresi politropik

Dari persamaan (3.16), dengan mengambil harga A + BT = 4,62 + 53 ´ 10-5T (untuk nitrogen, oksigen dan udara), maka didapat harga k1


 

Apabila persamaan di atas diselesaikan maka didapat harga k1 = 1,3707.

Tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi

Dengan menganggap n1
k1 = 1,3689 (Petrovsky, hal. 87); maka tekanan dan suhu akhir kompresi adalah

dan

Pembakaran

Perhitungan pembakaran mesin dengan turbocharger hampir sama dengan perhitungan pembakaran mesin tanpa turbocharger. Hanya saja koefisien udara berlebih a untuk mesin dengan turbocharger memiliki harga antara 1,8 – 2,1. Dari perhitungan pembakaran tanpa turbocharger telah diketahui data sebagai berikut:


 


 


 


 

Pada perancangan kali ini dipilih harga a sebesar 2,1. Dengan demikian untuk membakar bahan bakar dengan jumlah karbon 86%, hidrogen 13% dan oksigen 1%, kebutuhan aktual udara L untuk pembakaran adalah (persamaan (3.26))


 

atau jika dinyatakan dalam mol


 

Jumlah mol gas sisa hasil pembakaran


 


 


 


 


 


 

Volumetrik relatif gas hasil pembakaran


 

Peningkatan jumlah mol hasil pembakaran


 

Koefisien perubahan molar berdasarkan persamaan (3.30) dan (3.32)


 


 


 


 

Dengan demikian dari persamaan (3.41) dan (3.42) hasil pembakarannya


 


 

maka didapat nilai kapasitas panas isokorik molar rata-rata dari persamaan (3.38)


 

Kapasitas panas isobarik molar rata-rata dari hasil pembakaran dapat ditentukan dengan


 


 

Kapasitas panas isokorik molar rata-rata udara pada akhir langkah kompresi dengan suhu Tc (persamaan (3.37)) adalah


 

Tekanan dan suhu akhir langkah pembakaran

Karena harga-harga kenaikan tekanan λ dan suhu akhir pembakaran Tz belum diketahui, maka terlebih dahulu dinyatakan dalam variabel pz.

dan


 

Dengan memilih ξ = 0,83 dan nilai kalor bahan bakar Ql = 10100 kkal/kg, maka persamaan (3.51) dapat ditulis


 

Dengan menyelesaikan persamaan di atas dan mengubahnya menjadi persamaan homogen maka didapatkan persamaan


 

Apabila persamaan di atas dipecahkan maka didapatkan akar-akar pz1 = -640,8832 dan pz2 = 133,1904. Karena untuk tekanan absolut tidak ada tekanan negatif maka digunakan pz = 133,1904 atma.

Maka suhu pada akhir langkah kompresi adalah


 

kenaikan tekanan λ adalah sebesar


 

dan perbandingan ekspansi awal ρ (persamaan (3.55))


 

Langkah ekspansi

Eksponen politropik ekspansi

Dengan harga δ = ε = 17,5 maka persamaan (3.57) dapat ditulis dalam bentuk persamaan homogen.


 

Apabila persamaan di atas dieselesaikan maka didapat harga k2 = 1,2942. Harga ini diasumsikan sama dengan n2 (k2 = n2).

Tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi

Dari persamaan politropik (persamaan (3.58) dan (3.59)) didapat tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi


 


 

dengan δ = Vb/Vz = ε = 17,5.


 


 

Perhitungan daya dengan turbocharger

Tekanan indikasi rata-rata

Karena dari perhitungan sebelumnya didapati ρ = 1, maka dipakai siklus volume konstan (persamaan (3.62)). Harga pc terlebih dahulu diubah dari atmosfer absolut (atma) menjadi kg/cm2.


 


 

Jika dipilih harga φ = 0,97 maka tekanan indikasi rata-rata yang telah dikoreksi berdasarkan persamaan (3.63) adalah


 

Daya indikasi dan daya kuda rem

Dari perhitungan di atas diketahui pi = 8,734 kg/cm2, maka Pi = 8734 kg/m2 maka kerja indikasinya


 

Dari data kendaraan diketahui kecepatan mesin pada daya maksimal adalah sebesar 3900 rpm, maka harga Ni adalah (persamaan (3.69))


 


 

Efisiensi dan daya rugi-rugi mekanis

Dari data kendaraan diketahui daya kuda rem sebesar 80 PS (78,904 hp) maka efisiensi mekanisnya adalah (persamaan (3.73))


 

Apabila diketahui daya indikasi dan efisiensi mekanis, maka daya dari rugi-rugi mekanis adalah (persamaan (3.75))


 

Efisiensi termal rem dan efisiensi termal indikasi

Jumlah panas yang ekivalen dengan kerja indikasi per jam adalah (persamaan (3.81))


 

dan jumlah panas yang ekivalen dengan kerja efektif per jam adalah (persamaan (3.82))


 

Konsumsi bahan bakar spesifik

Jika kendaraan diperkirakan memiliki kecepatan normal sebesar 2500 rpm, maka konsumsi udara per jam pada kecepatan ini adalah


 

Jumlah udara aktual yang digunakan untuk membakar 1 kg bahan bakar adalah


 

dengan demikian konsumsi bahan bakar per jam adalah (persamaan (3.94))


 

Dengan persamaan (3.80) dapat dicari harga Qh


 

Dengan persamaan (3.92), harga Fi adalah


 

maka dari persamaan (3.85) harga ηi adalah


 

Dengan persamaan (3.93) harga F dapat dicari


 

maka dari persamaan (3.87) harga ηb adalah


 

Pengaruh pemakaian turbocharger

Perhitungan-perhitungan di atas dapat ditabelkan sebagai berikut:

No. 

Parameter 

Simbol 

Tanpa Turbo 

Dengan Turbo 

Satuan 

1. 

Tekanan indikasi rata-rata 

Pi

8.0031 

8.8569 

Kg/cm2

2. 

Tekanan efektif rata-rata 

Pe

6.4091 

7.2839 

Kg/cm2

3. 

Tekanan mekanis rata-rata 

Pm

1.594 

1.573 

Kg/cm2

4. 

Pemakaian bahan bakar spesifik indikasi 

Fi

0.0788

0.0829

kg/(hp-hr) 

5. 

Pemakaian bahan bakar spesifik efektif 

0.0984

0.1

kg/(hp-hr) 

6. 

Kerja indikator motor 

Wi

50.0152 

55.3512 

kgm

7. 

Kerja efektif motor 

We

40.052 

45.5208 

kgm

8. 

Kerja mekanis 

Wm

9.963 

9.8304 

kgm

9. 

Daya efektif motor 

Nb

72.9862 

78.904 

hp

10. 

Daya indikasi motor 

Ni

91.1389 

95.9421 

hp

11. 

Daya akibat kerugian mekanis 

Nm

18.1527 

17.0381 

hp

12. 

Efisiensi mekanis 

hm

80.08 

82.24 

13. 

Konsumsi bahan bakar 

Fh

7.1953 

7.9551 

kg/hr 


 

Dapat dilihat bahwa daya efektif mengalami kenaikan, demikian pula dengan konsumsi bahan bakarnya. Jelaslah bahwa kenaikan konsumsi bahan bakar digunakan untuk mengkompensasi kenaikan daya.

Prosentase kenaikan daya adalah sebesar


 

Prosentase kenaikan konsumsi bahan bakar spesifik efektif adalah sebesar


 

Terlihat bahwa dengan memakai turbocharger dapat diperoleh kenaikan daya efektif sebesar 8,1% dengan kenaikan pemakaian bahan bakar spesifik efektif hanya sebesar 1,626%. Hal ini merupakan keuntungan menggunakan turbocharger.

 


PERENCANAAN KOMPRESOR

Dasar teori

Kompresor adalah bagian dari turbocharger yang mengkompresi udara dan memompakannya ke dalam manipol hisap (intake manifold). Molekul udara dihisap ke dalam sudu kompresor yang berputar dengan kecepatan tinggi dan mengalir ke arah luar. Pada kondisi demikian udara dimampatkan dan saling menekan. Hal ini menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan.

Untuk melakukan itu semua diperlukan daya. Daya dikonsumsi dari turbin yang digerakkan oleh gas bung. Tidak semua daya yang diberikan turbin diubah oleh kompresor menjadi energi tekanan. Sebagian dari energi ini digunakan untuk menaikkan suhu udara. Suhu udara menjadi naik karena adanya gesekan antar molekul, gesekan dengan dinding rumah keong dan juga gesekan udara dengan impeler. Hal ini serupa dengan jika menggosokkan kedua telapak tangan kita.

Jika jumlah energi yang digunakan untuk menaikkan tekanan dibagi dengan jumlah energi yang dikirim ke impeler, maka didapatkan efisiensi kompresor. Sebagai contoh, jika kompresor memiliki efisiensi 70%, ini berarti hanya 70% energi yang diberikan pada impeler diubah menjadi energi untuk menaikkan tekanan udara. Sisanya, 30% daya digunakan untuk menaikkan suhu udara. Dengan demikian kompresor harus memiliki efisiensi yang tinggi; lebih banyak energi diubah untuk menaikkan tekanan udara dan hanya sedikit yang digunakan untuk menaikkan suhu udara.

Kompresor bertugas menaikkan efisiensi volumeterik, dengan demikian jumlah udara yang memasuki ruang bakar menjadi lebih banyak. Istilah supercharger biasanya merujuk pada supercharger yang digerakkan secara mekanis oleh poros engkol dengan perantaraan sistem transmisi sabuk dan puli. Supercharger langsung digerakkan oleh poros engkol, ini menyebabkan terjadinya aselerasi responsif. Turbocharger memerlukan umpan balik (feed back) dari aliran gas buang, hal ini menyebabkan terjadinya keterlambatan (lag) kenaikan daya, sehingga sistem turbocharger kurang responsif.

Diagram kecepatan

Sebuah rotor yang disajikan dalam Gambar 4.1 akan mengalirkan fluida pada anulus yang dibatasi oleh abcda. Meskipun kecepatan fluida bervariasi secara radial dari a ke b, tapi diasumsikan memiliki satu harga kecepatan saja sepanjang irisan anulus ab, kecepatan ini dinamakan V1 pada titik 1. Demikian juga pada keluaran rotor, pada bagian ini mengalir fluida dengan kecepatan V2 yang merupakan kecepatan rata-rata sepanjang cd. Titik 1 dan 2 terletak pada garis 1–2 yang menyatakan permukaan lintasan yang dengan tepat membagi aliran menjadi dua bagian.


 

Gambar 4.1 Rotor mesin turbo. Sumber: Logan, hal. 10.

Gambar 4.2 menunjukkan diagram kecepatan pada titik 1 dan 2. Sudu akan memiliki kecepatan

    (4.1)

untuk tiap titik pada sudu dengan jarak r dari sumbu rotasi A–A. Keceptan sudut (rad/s) rotor dinotasikan dengan N. Untuk titik 1 dapat ditulis

    (4.2)

Laju aliran massa

Kecepatan relatif W fluida terhadap sudu apabila ditambahkan secara vektor dengan kecepatan sudu U, maka akan menghasilkan kecepatan absolut fluida V. Hubungan ini dapat dinyatakan

    (4.3)

Secara grafis penjumlahan U1 + W1 dan U2 + W2 ditunjukkan Gambar 4.2.


 

Gambar 4.2 Diagram kecepatan aliran masuk dan keluar.
Sumber: Logan, hal. 10 dan 11.

Laju aliran massa yang melewati rotor dihitung dengan mengalikan kecepatan membujur (meridional velocity) Vm dengan area yang normal terhadap aliran dengan kerapatan fluida. Misalnya pada aliran masuk rotor (Logan, hal. 10)

    (4.4)

Saat arah aliran searah dengan sudut sumbu, maka akan didapatkan persamaan yang lebih rumit, tapi memiliki prinsip yang sama. Bentuk umum dari persamaan (4.4) yang berlaku untuk tiap titik aliran adalah

    (4.5)

dengan A adalah area normal (tegak lurus) terhadap aliran. Persamaan (4.5) adalah persamaan konservasi (kekekalan) massa, yaitu laju aliran massa seragam untuk tiap bagian.

Diasumsikan bahwa tiap kecepatan pada garis aliran tengah (central streamline) adalah merupakan harga rata-rata pada seluruh area yang ditinjau. Pada kenyataannya, aliran memiliki kecepatan yang berubah-ubah untuk tiap bagian. Harga laju aliran ini dapat disajikan dalam persamaan (Logan, hal. 11)

    (4.6)

Bentuk ini juga memungkinkan adanya variasi kerapatan ρ yang disebabkan karena variasi tekanan, suhu atau gradien konsentrasi.

Persamaan energi

Prinsip konservasi massa yang disajikan persamaan (4.5) dapat dilengkapi dengan persamaan energi aliran tunak (steady-flow) yang menyatakan konservasi energi. Bentuk umumnya dalam energi per unit massa, yaitu energi potensial zg, energi dalam (internal energi) e, flow work p/ρ, energi kinetik V2/2, transfer kalor q, dan kerja w.


 

atau dapat ditulis

    (4.7)

Energi dalam dapat digabung dengan flow work menjadi entalpi. Maka persamaannya adalah

    (4.8)

Secara umum, di dalam turbomachinery energi potensial dan transfer kalor diabaikan, dan kerja spersifik dinotasikan dengan E yang disebut trasnfer energi.

    (4.9)

Pada turbin gas atau kompresor, entalpi dan energi kinetik dikombinasikan dalam bentuk total entalpi ho. Maka persamaannya menjadi (Logan, hal 12)

    (4.10)

Kompresor dan pompa menaikkan ho maka ho2 > ho1, dan transfer energinya negatif. Sebaliknya, turbin menurunkan ho dan harga E positif. Kerja per unit massa pada persamaan (4.10) apabila dibagi dengan percepatan gravitasi g akan menjadi head H.

Persamaan momentum

Secara umum persamaan ini menyatakan jumlah momen gaya-gaya luar pada fluida di dalam volum kontrol sama dengan kenaikan rata-rata momentum sudut di dalam volum kontrol ditambah aliran momentum angular dari volum kontrol (Logan, hal. 13).

    (4.11)

dengan c.v dan c.s menunjukkan integrasi di seluruh volum kontrol atau control surface.

Pada turbomachine, volum kontrol adalah volume fluida di dalam rumah rotor (rotor
casing). Gaya-gaya yang dikenakan pada fluida ini sepanjang permukaan rotor dan jumlah momen pada poros rotor dinyatakan oleh ruas kanan persamaan (4.11). Dengan mengasumsikan aliran tunak mengalir dalam volume kontrol, ungkapan pertama pada ruas kanan akan hilang. Mengingat harga ρV • dS adalah laju aliran massa yang melewati area elementer dS pada control surface, dan memiliki harga positif pada aliran keluar, harga negatif pada aliran masuk, dan berharga nol di semua tempat, maka didapat

    (4.12)

dengan A1 dan A2 adalah area aliran pada saluran masuk dan keluar.


 

Gambar 4.3 Komponen kecepatan. Sumber: Logan, hal. 14.

Dengan menganggap sumbu rotor adalah sumbu z, seperti pada Gambar 4.3, maka momentum sudut per unit massa dapat dinyatakan dalam determinan (Logan, hal. 13)


 

Besar (magnitude) komponen-z dari momentum sudut per unit massa adalah (Logan, hal. 13)


 

dan menghasilkan harga skalar dari momen pada sumbu x

    (4.13)

Dengan mengabaikan gaya-gaya yang lain, dapat dikatakan bahwa besar momen gaya Mz fluida di dalam volum kontrol sama besar dengan torsi yang dikenakan pada poros rotor oleh fluida, hanya saja berlainan tanda (negatif). Kemudian diasumsikan juga komponen tangensial kecepatan fluida Vu berharga konstan, dan pada posisi radial r di seluruh area A1 dan A2 dapat dituliskan (Logan, hal. 14)

    (4.14)

Daya turbomachine adalah torsi dikalikan dengan kecepatan rotasi dalam radian per detik. Maka daya P dapat dituliskan

    (4.15)

Di sini kecepatan sudu U telah menggantikan Nr. Untuk memperoleh transfer energi per unit massa berdasarkan persamaan (4.7) sampai (4.10), adalah dengan membagi persamaan (4.15) dengan laju aliran massa . Kemudian transfer energi per satuan unit massa dari fluida ke rotor, atau sebaliknya, adalah

    (4.16)

Termodinamika kompresor

Kompresor sentrifugal memiliki 3 bagian penting yaitu impeler, difuser atau volute (rumah keong). Transfer energi dinyatakan dengan (Logan, hal. 79)

    (4.17)

atau juga

    (4.18)

dengan ηm adalah efisiensi mekanis.

Karena disain dan analisis kompresor melibatkan perhitungan termodinamika, diagram h-s, seperti pada Gambar 4.4, menjadi sangat penting. Keadaan fluida pada saluran masuk impeler dinyatakan dengan titik 1, dan pada keluaran impeler dinyatakan dengan titik 2. Proses di dalam difuser terlatak antara titik 2 dan 3. Properti stagnasi (stagnation property) 01, 02 dan 03 juga diperlihatkan pada Gambar 4.4 karena biasanya energi kinetik juga diperhitungkan. Pada kompresi gas, energi input adalah kerja isentropik, atau ideal sampai pada tekanan P3. Dapat dihitung dengan persamaan berikut (Logan, hal. 80)

    (4.19)

dengan cp adalah panas jenis tekanan konstan. Persamaan di atas menyatakan kerja isentropik dari titik 01 ke titik i pada Gambar 4.4.


 

Gambar 4.4 Diagram entalpi-entropi. Sumber: Logan, hal. 80.

Efisiensi kompresor dapat dituliskan

    (4.20)

yang merupakan perbandingan kerja ideal Ei dengan kerja aktual E. Asumsi yang dipakai pada persamaan (4.19) dan (4.20) adalah dengan menganggap tidak adanya kerja luar pada difuser, dan juga tidak ada transfer energi; maka ho2 = ho3 dan To2 = To3.

Efisiensi kompresor didapat dari hasil eksperimen. Dengan menggunakan persamaan (4.18), (4.19) dan (4.20) maka dapat dihitung perbandingan tekanan total (Logan, hal. 81)

    (4.21)

Karena adanya arus relatif di antara sudu maka terdapat slip μs pada impeler kom-presor. Slip yang terjadi dinyatakan dengan perbandingan komponen kecepatan tangesial (Logan, hal. 81)

    (4.22)

dengan Vu2' adalah kecepatan aktual fluida dalam arah tangensial. Persamaan Stanitz untuk slip pada kompresor (Logan, hal. 81)

    (4.23)

dengan j2 adalah koefisien aliran pada titik 2 (keluaran) dan dinyatakan dengan


 

dengan,

Q    : debit (gpm).

N    : kecepatan sudut (rpm).

D    : diameter rotor (ft).

Perbandingan tekanan total dapat dihitung apabila segitiga kecepatan ideal, jumlah sudu, suhu total udara masuk dan efisiensi mekanisnya diketahui.

Perencanaan impeler

Impeler biasanya didisain dengan sudu terbuka (unshrouded) untuk menerima fluida pada arah aksial (V1 = Vm1), dan meneruskan fluida dengan komponen kecepatan tangensial yang besar Vu2', yang lebih kecil daripada kecepatan ujung impeler U2, tapi memiliki arah yang sama. Sudu biasanya melengkung pada titik di ujung impeler sehingga β2<90o, dan biasanya melengkung pada pangkal sudu untuk menyesuaikan dengan arah aliran relatif fluida W1.


 

Gambar 4.5 Diagram kecepatan aliran keluar. Sumber: Logan, hal. 82.

Sudut β1 bervariasi sepanjang pangkal karena V1 tetap dan U1 (dan r) bervariasi. Pada diameter shroud D1S impeler, kecepatan relatif W1S dan juga angka Mach relatifnya MR1S memiliki harga terbesar. Hal ini karena kecepatan sudu U1 mengalami kenaikan dari pangkal ke ujung, dan kecepatan absolut masuk V1 diasumsikan seragam pada seluruh anulus. Dengan meihat Gambar 4.6, jelas bahwa dan harga maksimum W1 berada pada diameter shroud. Dapat ditunjukkan untuk beberapa kondisi operasi input yang tetap, yaitu putaran sudut N, laju aliran , tekanan total udara luar Po1, dan suhu total udara luar To1, harga angka Mach relatif memiliki harga minimum saat sudut β1S kira-kira 32o (Shepherd, 1956).


 

Gambar 4.6 Diagram kecepatan pada laluan masuk impeler.
Sumber: Logan, hal. 83.

Dari Gambar 4.6 terlihat jelas bahwa pemilihan harga angka Mach relatif shroud MR1S pada saluran masuk sudu akan memungkinkan untuk langkah disain selanjutnya. Kecepatan suara a1 di hitung dari kondisi udara luar. Berikutnya, W1 pada shroud W1S dihitung dengan (Logan, hal. 83)

    (4.24)

dengan kecepatan suara (Logan, hal. 83)

    (4.25)

Suhu statis dinyatakan dengan (Logan, hal. 83)

    (4.26)

Angka Mach absolut dinyatakan dengan (Logan, hal. 83)

    (4.27)

Dengan demikian V1 dan U1S dihitung dengan (Logan, hal. 83)

    (4.28)

dan

    (4.29)

Maka untuk selanjutnya diameter shroud dapat dihitung (Logan, hal. 84)

    (4.30)

Diameter hub dapat dihitung dengan menerapkan persamaan kekekalan massa, persamaan (4.5), maka diameter masuk impeler (Logan, hal. 84)

    (4.31)

dengan massa jenis dihitung menggunakan persamaan gas ideal

    (4.32)

Suhu statis T1 dihitung dengan persamaan (4.26), dan tekanan statis dihitung dengan (Logan, hal. 84)

    (4.33)

Dari Gambar 4.6 sudut aliran fluida pada hub

    (4.34)

dengan kecepatan sudu pada hub adalah

    (4.35)

Untuk menghitung diameter impeler, langkah pertama adalah memilih kecepatan spesifik Ns dari Tabel 4.1, untuk kemudian memilih diameter spesifik Ds dari Gambar 4.7, dengan demikian mesin yang dirancang akan memiliki efisiensi yang tinggi. Kemudian diameter impeler dihitung berdasarkan kecepatan spesifik Ns. Kecepatan ujung impeler U2 dihitung dengan diameter impeler dan energi transfer E dihitung dengan transfer energi ideal Ei dan efisiensi kompresor.

Komponen kecepatan tangensial aktual Vu2' dihitung dengan koefisien slip μs dari 0,85 – 0,90. Terakhir, pemilihan koefisien aliran pada jangkauan antara 0,23 – 0,35 memungkinkan perhitungan sudut sudu dan jumlah sudu.

Tabel 4.1 Kecepatan spesifik.

Turbomachine 

Jangkauan kecepatan spesifik 

Roda pelton 

0,03 – 0,3 

Turbin francis 

0,3 – 2,0 

Turbin kaplan 

2,0 – 5,0 

Pompa sentrifugal 

0,2 – 2,5 

Pompa aliran aksial 

2,5 – 5,5 

Kompresor sentrifugal

0,5 – 2,0 

Turbin aliran aksial 

0,4 – 2,0 

Kompresor aliran aksial 

1,5 – 20,0 

Sumber: Logan, hal. 34 


 


 

Gambar 4.7 Diagram Cordier. Sumber: Logan, hal. 35.

Efisiensi kompresor ηc dapat digunakan untuk menentukan efisiensi impeler ηI. Perbandingan rugi-rugi χ dari rugi-rugi impeler dan rugi-rugi pada kompresor (Logan, hal. 85)

    (4.36)

dapat ditentukan dan terletak antara 0,5 – 0,6. Efisiensi impeler dinyatakan dengan (Logan, hal. 85)

    (4.37)

dapat digunakan untuk menentukan Ti', (lihat Gambar 4.4). Suhu total Po2 ditentukan dengan (Logan, hal. 85)

    (4.38)

Tekanan statik P2 dihitung dengan (Logan, hal. 85)

    (4.39)

dan suhu statik T2 dihitung dengan (Logan, hal. 86)

    (4.40)

Harga T2 digunakan untuk menghitung massa jenis ρ2 pada keluaran impeler. Selanjutnya, lebar aksial sudu ditentukan dengan (Logan, hal. 86)

    (4.41)

Jangkauan parameter disain untuk unjuk kerja optimal disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Parameter disain untuk kompresor sentrifugal.

Parameter 

Sumber 

Jangkauan yang dianjurkan 

Koefisien aliran 

Ferguson 

 

Perbandingan shroud-tip

Whitfield 

 

Sudut gas absolut 

Whitfield 

 

Rasio difusi 

Whitfield 

 

Sumber: Logan, hal. 86. 


 

Laju aliran massa memasuki ruang bakar yang disuplai dari kompresor dihitung dengan persamaan berikut (Petrovsky, hal. 238)

    (4.42)

dengan ma adalah massa molekul udara, sebesar 28,95 kg/mol dan Δsc adalah koefisien udara bilas berlebih. Harga Δsc untuk mesin 4 langkah dengan turbocharger adalah 0,06 – 0,3.

Turbocharger dirancang dapat beroperasi efektif pada kecepatan mesin sebesar 2500 rpm. Harga ini diambil dari harga kecepatan normal mesin. Pada kecepatan ini daya indikasi mesin dapat dihitung dengan persamaan (3.69)


 


 

Apabila Δsc dipilih 0,3, maka laju aliran massanya


 

untuk selanjutnya laju aliran massa dinotasikan dengan .


 

Gambar 4.8 Grafik laju aliran massa (kg/s) dengan kecepatan mesin.

Pada bab sebelumnya dipilih dan dihitung parameter-parameter untuk merancang kompresor. Tekanan udara luar Po1 diasumsikan 1 atma atau 14,7 psia, suhu udara luar To1 diasumsikan 28 oC atau 541,8 R (Rankin), dan tekanan keluaran kompressor Po3 adalah 1,3553 atma atau 19,92291 psia.

Langkah pertama disain adalah memilih kecepatan relatif pada shroud MR1S. Agar tidak terjadi aliran supersonik pada aliran masuk, maka harga MR1S dapat dipilih sebesar 0,37. Besar sudut β1S dipilih 32o karena pada sudut ini angka Mach relatifnya minimum. Sehingga dengan persamaan (4.27) dan (4.28) didapat M1


 

Suhu statis T1 dihitung dengan persamaan (4.26) dengan γ adalah eksponen adiabatik


 

Kecapatan suara dihitung dengan persamaan (4.25) dengan R adalah konstanta gas. Untuk udara harga R adalah 53,33 ft-lbf/lbm-R (1716 ft-lbf/slug-R)


 

Kecepatan aliran udara masuk V1 dihitung dengan persamaan (4.27)


 

Massa jenis total udara masuk ρo1 dihitung dengan persamaan gas ideal


 

Massa jenis statis udara masuk ρ1 dihitung dengan (Logan, hal. 97)

    (4.43)


 

Debit udara yang memasuki kompresor dihitung dengan membagi laju aliran massa dengan massa jenisnya.

    (4.44)


 

Transfer energi ideal Ei dihitung dengan persamaan (4.19) dengan cp adalah panas jenis tekanan konstan sebesar 6006 ft-lbf/slug-R


 

Head dihitung dengan membagi Ei dengan percepatan gravitasi g sebesar
32,174 ft/s2


 

Hubungan antara kecepatan spesifik Ns dengan laju aliran massa percepatan gravitasi g, tinggi tekan (head) H, dan debit Q adalah (Logan, hal. 30)

    (4.45)

Dengan N dalam radian per detik. Dari Tabel 4.1 jangkauan kecepatan spesifik berada pada interval 0,5 – 0,2. Maka dapat digambarkan jangkauan kecepatan yang dianjurkan berdasarkan tabel tersebut. Grafik tersebut disajikan pada Gambar 4.9. Tampak grafik linier dengan jangkauan kecepatan turbo 4861,4 – 19445,7 rad/s atau 46423 – 185692 rpm. Dipilih kecepatan normal turbo sebesar 50000 rpm.


 

Gambar 4.9 Grafik kecepatan spesifik dengan kecepatan kompresor.

Diagram Cordier pada Gambar 4.7 hanya menunjukkan hubungan kecepatan spesifik dan juga diameter spesifik saja tanpa menyertakan keterangan efisiensi. Untuk pendekatan yang lebih lengkap dapat digunakan Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hubungan kecepatan spesifik dan diameter spesifik dengan efisiensi.

 

Diameter spesifik (Ds)

hc = 0.4

hc = 0.5

hc = 0.6

hc = 0.7

hc = 0.8

Kecepatan spesifik (Ns)

50 

2.42 

2.65 

2.91 

-

-

60 

1.94 

2.14 

2.26 

-

-

65 

1.77 

1.92 

2.02 

2.14 

-

70 

1.66 

1.82 

1.89 

1.96 

-

80 

1.44 

1.55 

1.63 

1.68 

-

85 

1.36 

1.48 

1.53 

1.57

1.7 

90 

1.3 

1.39 

1.43 

1.46 

1.59 

100 

1.16 

1.25 

1.29 

1.32 

1.41 

110 

1.07 

1.14 

1.17 

1.21 

1.29 

120 

1.06 

1.1 

1.15 

1.22 

130 

0.91 

1.03 

1.08 

1.18 

140 

0.87 

0.96 

1.06 

-

150 

0.83

0.94 

1.07 

-

160 

0.8 

0.91 

1.04 

-

170 

0.8 

0.91 

1.11 

-

180 

0.8 

0.91

-

-

190 

0.79 

0.91 

1.01 

-

-

200

0.79

0.91

Sumber: Logan, Tabel 3 Lampiran A.


 

Tabel 4.3 memiliki persamaan tersendiri untuk kecepatan spesifik, yaitu (Logan, hal. 97)

    (4.46)

Dengan N dalam rpm, dan untuk diameter spesifik dapat dipilih dari Tabel 4.3 dengan bantuan interpolasi linier. Dengan demikian kecepatan spesifiknya


 

dari Tabel 4.3 didapat diameter spesifik sebesar 1,979 dengan efisiensi 0,7.

Dengan demikian dapat dihitung diameter impeler D2 (Logan, hal. 97)

    (4.47)


 

Telah dipilih kecepatan sudut rotor N yaitu 50000 rpm atau 5236 rad/s, maka kecepatan sudut sudu U2 adalah


 

Kompresor memiliki efisiensi kompresor sebesar 0,7 dan karena penggunaan perapat (seal) dengan suaian sesak dan juga penggunaan bantalan luncur, maka diasumsikan efisiensi mekanisnya sebesar 0,8, maka transfer energinya (Logan, hal. 98)

    (4.48)


 

Komponen kecepatan tangensial aktual dihitung dengan persamaan (4.18)


 

Dengan memilih koefisien slip µs sebesar 0,85, maka kecepatan tangensial dapat dihitung dengan persamaan (4.22)


 

Harga komponen tangensial kecepatan relatif pada ujung impeler Wu2 dapat dihitung dengan mengurangkan kecepatan ujung impeler U2 dengan komponen tangensial kecepatan fluida Vu2.


 

Dengan memilih koefisien aliran j2 sebesar 0,23 yang merupakan nilai harga terkecil dari jangkauan disain (lihat Tabel 4.2), maka harga komponen membujur (meridional) kecepatan relatif pada ujung impeler Wm2 adalah (Logan, hal. 98)

    (4.49)


 

maka sudut ujung sudu β2 adalah


 

Dari persamaan (4.23) dapat dihitung jumlah sudu


 

Dengan menganggap perbandingan rugi-rugi χ sebesar 0,9, maka dari persamaan (4.36) efisiensi impeler adalah sebesar


 

Persamaan (4.17) dapat digunakan untuk menghitung suhu total pada keluaran kompresor, To3


 

Karena To2 = To3 = 612,039 R, maka persamaan (4.37) dapat digunakan untuk menghitung Ti'


 

Perbandingan tekanan impeler dihitung dengan persamaan (4.38)


 

maka tekanan total pada titik 2, Po2


 

dan massa jenis total pada titik 2, ρo2


 

Kecepatan absolut aktual fluida dapat dihitung dengan menggunakan Gambar 4.5


 

maka suhu gas pada sisi keluar impeler dihitung dengan persamaan (4.40)

    (4.50)


 

Massa jenis udara pada ujung impeler


 

Lebar sudu dalam arah aksial dihitung dengan persamaan (4.41)


 

Karena pada laluan keluaran impeler tidak seluruhnya digunakan untuk mengalirkan fluida tetapi juga ditempati sudu, maka ada faktor koreksi yang harus ditambahkan (Church, hal. 94). Lebar sudu b2 dipilih 4 mm inci. Kecepatan udara masuk pada shroud U1S, diameter shroud D1S dan diameter hub D1H dihitung dengan persamaan (4.29), (4.30) dan (4.31).


 


 

Diameter hub dapat dihitung dengan persamaan berikut.


 

Perbandingan D1S/D2 = 0,517. Harga ini masih dalam jangkauan disain sesuai Tabel 4.2.

Kecepatan rotor pada hub dihitung dengan persamaan (4.35)


 

dan sudut sudu pada hub dihitung dengan persamaan (4.34)


 

Sudut sudu pada hub dipilih 43o.

Sudut keluar gas α2' dihitung dengan memperhatikan Gambar 4.5.


 

Meskipun sudut absolut fluida a2' lebih besar 2o daripada jangkauan disain (70o), tapi hal ini tidak terhindarkan. Hal ini dikarenakan Vu2' cukup besar.

Untuk menghitung perbandingan difusi (diffusion ratio) terlebih dahulu dihitung kecepatan relatif gas pada shroud W1S


 

kemudian dihitung komponen tangensial kecepatan relatif gas (lihat Gambar 4.5)


 

selanjutnya dihitung kecepatan aktual relatif gas W2'


 

maka perbandingan difusi dapat dihitung


 

Harga perbandingan difusi ini masih dalam jangkauan disain karena <1,9.

Perhitungan daya kompresor

Daya yang dibutuhkan untuk mengubah tekanan udara atmosfer menjadi tekanan supercharging dapat ditentukan dengan mengalikan laju aliran massa dengan transfer energinya. Dengan faktor-faktor konversi maka dapat dituliskan


 

Daya ini dikonsumsi dari turbin. Dengan demikian turbin harus dapat mengkonversi aliran gas buang seefektif mungkin sehingga mampu menghasilkan daya yang sama dengan atau lebih besar dari daya yang dibutuhkan kompresor.

Disain sudu

Dari perhitungan di atas didapati sudut luar sudu β2 sebesar 55o pada diameter D2 3,16 inci (jari-jari 1,58 inci), sudut sudu pada shroud β1S 32o pada diameter D1S sebesar 1,635 (jari-jari 0,8175 inci) dan sudut sudu pada hub β1H 43o pada diameter D1H 1,13 inci (jari-jari 0,565 inci). Jumlah sudu yang didapat dari hasil perhitungan adalah 16. Maka didapat ilustrasi sebagai berikut.


Gambar 4.10 Sketsa disain sudu. Jari-jari impeler dalam mm.

Untuk mendapati bentuk sudu yang bagus biasanya dianggap sudut β di sepanjang sudu mengalami perubahan secara bertahap terhadap jari-jari impeler. Didapat petunjuk bahwa sudu melalui tiga buah titik istimewa (hub, shroud, dan ujung impeler), maka perubahan sudut terhadap jari-jari dapat dianggap terjadi secara kuadratik. Dengan regresi kuadrat dapat digambarkan kurva hubungan sudut dengan jari-jari.

Persamaan kurva tersebut adalah , dengan R adalah jari-jari impeler dalam mm.


 

Gambar 4.11 Kurva jari-jari terhadap sudut sudu.

Dapat dilihat kurva di atas melalui tiga titik istimewa impeler. Hubungan antara jari-jari impeler dengan sudut sudu adalah (Church, hal. 113)

    (4.51)

dengan R adalah jari-jari impeler. Dari hubungan di atas maka dapat ditabelkan di bawah ini.

Tabel 4.4 Integrasi kurva sudu.

R 

βo

tan βo

 

 

ΔR 

 

Δθo

θo

15 

43 

0.9324117 

0.0714992 

    

0 

    

0.0722225 

1 

0.0722225 

4.1380456 

 

16 

40.592949 

0.8567997 

0.0729459 

    

4.1380456 

    

0.0735646 

1 

0.0735646 

4.2149438 

 

17 

38.415385 

0.7929471 

0.0741834 

    

8.3529894 

    

0.0750312 

2 

0.1500624 

8.5979418 

 

19 

34.748718 

0.6936254 

0.075879 

    

16.950931 

    

0.0760462 

2 

0.1520924 

8.7142499 

 

21 

32 

0.6248122 

0.0762134 

    

25.665181 

    

0.0755078 

2 

0.1510156 

8.6525539 

 

23 

30.169231 

0.5812433 

0.0748022 

    

34.317735

    

0.0731074 

2 

0.1462149 

8.3774949 

 

25 

29.25641 

0.5601245 

0.0714127 

    

42.69523 

    

0.0671327 

3 

0.2013982 

11.539269 

 

28 

29.608333 

0.5682211 

0.0628528 

    

54.234499 

    

0.0552241 

4 

0.2208964 

12.656433 

 

32 

33.290385 

0.6565758 

0.0475954 

    

66.890933

    

0.0382622 

5 

0.191311 

10.961316 

 

37 

43.05641 

0.9342538 

0.028929 

    

77.852248 

    

0.0243484 

3 

0.0730453 

4.185187 

 

40 

51.669872 

1.2646789 

0.0197679 

    

82.037435 

    

0.0184243 

1 

0.0184243 

1.0556365 

 

41 

55 

1.4279331 

0.0170808 

    

83.093072 


 

Dari Tabel 4.4 dapat dibuat suatu kurva mulus dengan cara menghubungkan titik-titik berjari-jari R dengan sudut θo. Metode yang dipakai adalah metode koordinat polar dengan titik asal (origin) berada pada pusat impeler. Terlihat dari perubahan sudut b (kolom 2) terdapat hubungan kuadratik terhadap perubahan jari-jari (kolom 1). Angka-angka yang dicetak tebal merupakan jari-jari dan sudut istimewa pada impeler seperti yang telah diterangkan.


 

Gambar 4.12 Titik-titik pada ujung garis berjari-jari R dihubungkan
untuk mendapat kurva sudu.

Karena beban yang dikenakan pada sudu relatif kecil, maka ketebalan sudu dapat dipilih 2 mm (Church, hal. 115). Bahan impeler dipilih alumunium paduan yang dicor.


 

Gambar 4.13 Disain akhir sudu impeler kompresor.

Perencanaan rumah keong

Rumah keong atau volute berfungsi untuk mengkonversi tinggi-tekan (head) akibat kecepatan (velocity head) fluida yang meninggalkan impeler seefisien mungkin. Fluida di dalam rumah keong hampir merupakan aliran spiral (logaritmik) dan berlaku VuR = C = konstan, yang berarti momentum sudutnya konstan.


 

Gambar 4.14 Elevasi rumah keong. Sumber: Church, hal. 117.

Dapat dianggap bahwa aliran dari impeler adalah seragam pada kelilingnya, sehingga aliran yang melewati sembarang penampang rumah keong adalah f/360 dari jumlah totalnya, yang mana f adalah sudut dalam derajat yang diukur dari lidah (tongue) teoritis rumah keong seperti pada Gambar 4.14.

Dalam menentukan luasan rumah keong pada sembarang titik, persoalannya adalah menemukan luasan penampang yang akan melewatkan volume fluida sebanyak Q(f/360) dengan kecepatan Vu = C/R. Bila gesekan diabaikan, aliran yang melalui penampang diferensial yang ditunjukkan pada Gambar 4.15 adalah (Church, hal. 118)


 

akan tetapi karena Vu = C/R, maka dQf = bdRC/R, dan aliran total melalui penampang ini akan menjadi (Church, hal. 118)


 

dengan Rf adalah jari-jari terluar penampang pada fo dari lidah toeritis. Dengan mensubstitusikan harga fQ/360 pada Qf diperoleh

    (4.52)

Sesudah bentuk dinding sisi rumah keong ditentukan, integral itu lebih baik diselesaikan dengan integrasi tabel seperti pada perhitungan kurva sudu.


 

Gambar 4.15 Penampang rumah keong. Sumber: Church, hal. 118.

Titik nol rumah keong atau titik dari mana sudut f ini mulai diukur dapat dicari dengan menganggap bahwa aliran yang terjadi adalah mengikuti prinsip aliran spiral logaritmis. Persamaan untuk spiral logaritmis adalah (Church, hal. 120)

    (4.53)

dengan,

f    : sudut dalam radian.

    : sudut konstan spiral atau sudut fluida meninggalkan impeler.

e    : basis logaritma natural (bilangan natural) = 2,718.

Maka dengan fo adalah sudut dalam derajat.


 

    (4.54)

untuk jari-jari lidah R = Rt maka

    (4.55)

Rumah keong berbentuk trapesium seperti Gambar 4.16, dengan dinding 30o dengan garis-garis radial (θ = 60o), dengan dasar (basis) yang lebarnya b3 = 10 mm pada diameter luar impeler D2. Harga ini didapat dengan menambahkan clearence antara sudu dengan dinding rumah keong ditambah dengan lebar impeler. Clearence dipilih 2 mm dan lebar impeler 2 mm, maka dasar rumah keong adalah sebesar 4 + 2 + 2(2) = 10 mm (0,3937 inci).


 

Gambar 4.16 Penampang laluan rumah keong. Sumber: Church, hal. 119.

Lebar rumah keong untuk setiap titik b dapat diskalakan dari layout yang diperoleh atau dihitung dari persamaan (Church, hal. 120)

    (4.56)

dengan x adalah jarak antara setiap jari-jari R dan bagian luar impeler yang berjari-jari R2 (D2/2).


 

Rumah keong didisain dengan menentukan sudut fo yang diukur dari suatu garis radial yang telah ditetapkan, dengan pengintegrasian persamaan (4.52) secara tabel.

Bila R dan b dinyatakan dalam inci, maka persamaan (4.52) akan menjadi


 

Tabel 4.5 Integrasi perhitungan sudut rumah keong.

R

in. 

ΔR

in. 

Rrata-rata

in. 

brata-rata

in. 

 

Δθo

θo

ΔA

inci2

Af

inci2

Qf

Ft2/s2

Vrata-rata

fps 

1.58 

  

0.3937 

  

0 

 

0 

0 

 
 

0.02 

1.59 

0.408546 

0.0051389 

5.8532562 

 

0.0081709 

   

1.6 

     

5.8532562 

 

0.0081709 

0.0553881 

976.13016 

 

0.1 

1.65 

0.4778218 

0.0289589 

32.984186 

 

0.0477822 

   

1.7 

     

38.837443 

 

0.0559531 

0.3675101 

945.81801 

 

0.1 

1.75 

0.5932816 

0.0339018 

38.614157 

 

0.0593282 

   

1.8 

     

77.4516 

 

0.1152813 

0.7329073 

915.48829 

 

0.03 

1.815 

0.6683305 

0.0110468 

12.582287 

 

0.0200499

   

1.83 

     

90.033887 

 

0.1353312 

0.8519707 

906.5448 

 

0.07 

1.865 

0.7260603 

0.0272516 

31.039566 

 

0.0508242 

   

1.9 

     

121.07345 

 

0.1861554 

1.1456912 

886.24627 

 

0.1 

1.95 

0.8242011 

0.0422667 

48.1418 

 

0.0824201 

   

2 

     

169.21525 

 

0.2685755 

1.6012463

858.52752 

 

0.022 

2.011 

0.8946316 

0.0097871 

11.147528 

 

0.0196819 

   

2.022 

     

180.36278 

 

0.2882574 

1.7067329 

852.60441 

 

0.078 

2.061 

0.9523615 

0.0360428 

41.052741 

 

0.0742842 

   

2.1 

     

221.41552 

 

0.3625416 

2.0952059 

832.20696 

 

0.089 

2.1445 

1.0487704

0.0435256 

49.575614 

 

0.0933406 

   

2.189 

     

270.99114 

 

0.4558822 

2.5643289 

809.99737 

 

0.011 

2.1945 

1.1065003 

0.0055464 

6.3173124 

 

0.0121715 

   

2.2 

     

277.30845 

 

0.4680537 

2.6241082 

807.32532 

 

0.1 

2.25 

1.1705805 

0.0520258 

59.257384 

 

0.117058 

   

2.3

     

336.56583 

 

0.5851117 

3.1848477 

783.81282 

 

0.039 

2.3195 

1.250825 

0.0210313 

23.954687 

 

0.0487822 

   

2.339 

     

360.52052 

 

0.6338939 

3.4115256 

774.98724 

 

0.021 

2.3495 

1.2854629 

0.0114896 

13.086609 

 

0.0269947 

   

2.36 

     

373.60713 

 

0.6608886 

3.5353612

770.3144 


 

Angka-angka yang dicetak tebal merupakan sudut dan jari-jari istimewa pada rumah keong. Dapat dilihat bahwa udara meninggalkan rumah keong dengan kecepatan rata-rata sebesar 770 fps pada jari-jari rumah keong 2,36 inci.

Harga brata-rata pada tabel di atas dihitung dengan persamaan (Church, hal. 121)

    (4.57)

Radius lidah (tongue) dibuat kira-kira 5% – 10% lebih besar daripada radius luar impeler R2. Sudut lidah (tongue angle) ft dapat dicari dengan menggunakan persamaan (4.53). Dengan membuat jari-jari lidah 1,05 ´ 1,58 = 1,659 inci dan dari perhitungan diketahui sudut kecepatan absolut fluida keluar dari impeler = 72o, maka persamaan (4.53) menjadi


 

Pada kompresor yang bekerja secara independen tanpa disertai komponen lain seperti turbin, bentuk penampang rumah keong yang dianjurkan adalah seperti Gambar 4.16. Pada sistem turbocharger kompresor bekerja sama berdampingan dengan turbin. Untuk alasan ini maka bentuk penampang rumah keong harus datar pada satu sisinya. Bentuk seperti ini dapat diperoleh dengan menganalogikan bentuk trapesium dengan bentuk lingkaran yang mana luasan kedua bentuk ini adalah sama. Sisi datar pada dinding rumah keong akan disambungkan dengan sasis pada satu ujung dan ujung sasis yang lain akan di hubungkan dengan rumah keong turbin.


 

Gambar 4.17 Bentuk penampang yang memiliki luas yang sama.

Gambar 4.17(a) adalah bentuk penampang dari hasil perhitungan. Bentuk ini kurang efektif karena terdapat kantung-kantung dengan sudut yang tajam pada sudutnya. Pada daerah ini akan terdapat turbulensi dan mengurangi kualitas aliran karena rugi-rugi aliran akan sangat besar. Gambar 4.17(b) merupakan modifikasi dari bentuk (a). Bentuk ini mengeliminasi kantung-kantung tajam untuk mengoptimalkan kualitas aliran. Untuk kemudahan instalasi bentuk penampang rumah keong dibentuk seperti pada Gambar 4.17(c). Lingkaran dibuat menyinggung dasar dan salah satu sisi rumah keong. Pada integrasi Tabel 4.5 dapat ditambahkan parameter diameter lingkaran untuk penampang rumah keong yang memiliki luas sama dengan luas trapesium.

Tabel 4.6 Diameter penampang rumah keong.

R

(inci)

θo

Af

(inci2)

d

(inci)

r

(inci)


 

(inci)

1.58 

0 

0 

0 

0 

2.781 

      

1.6 

5.8532562 

0.0081709 

0.1019977 

0.0509989 

2.8319989 

      

1.7 

38.837443 

0.0559531 

0.2669114 

0.1334557 

2.9144557 

      

1.8 

77.4516 

0.1152813 

0.3831196 

0.1915598 

2.9725598 

      

1.83 

90.033887 

0.1353312 

0.4151012 

0.2075506 

2.9885506 

      

1.9 

121.07345 

0.1861554 

0.4868474 

0.2434237 

3.0244237 

      

2 

169.21525 

0.2685755 

0.5847743 

0.2923871 

3.0733871 

      

2.022 

180.36278 

0.2882574 

0.6058224 

0.3029112 

3.0839112 

      

2.1

221.41552 

0.3625416 

0.6794132 

0.3397066 

3.1207066 

      

2.189 

270.99114 

0.4558822 

0.7618709 

0.3809354 

3.1619354 

      

2.2 

277.30845 

0.4680537 

0.7719744 

0.3859872 

3.1669872 

      

2.3 

336.56583 

0.5851117 

0.8631265 

0.4315633 

3.2125633 

      

2.339 

360.52052

0.6338939 

0.8983868 

0.4491934 

3.2301934 

      

2.36 

373.60713 

0.6608886 

0.9173165 

0.4586582 

3.2396582 


 

Dengan r adalah jari-jari penampang lingkaran dan R2 + d adalah jari-jari luar rumah keong.

 


PERANCANGAN TURBIN GAS

Dasar teori turbin gas radial

Secara umum turbin gas aliran radial tersusun seperti kompresor sentrifugal. Perbedaannya adalah aliran pada turbin gas terbalik dari kompresor, yaitu gas mengalir dari luar ke arah dalam. Gambar 5.1 menunjukkan elemen dasar pada turbin aliran radial. Pertama, gas memasuki rumah keong yang mendistribusikan gas menuju cincin nosel atau stator yang terletak disekeliling casing di antara rumah keong dan impeler (rotor). Sudu-sudu stator ditunjukkan Gambar 5.1 dan Gambar 5.2, mengekspansi gas menjadi berkecepatan V2 dan mengarahkannya keluar dengan sudut α2 sebelum mengenai sudu rotor. Kecepatan relatif W2 memasuki rotor pada arah radial dengan jari-jari r2 dan kemudian mengalir secara aksial melewati laluan antara sudu rotor. Gambar 5.2, pada garis putus menunjukkan kecepatan relatif W2 meninggalkan rotor dengan komponen aksial dan tangensial dan membentuk sudut β3 terhadap sumbu aksial. Segitiga kecepatan pada saluran masuk dan keluar rotor ditunjukkan Gambar 5.3. Gas keluar dari rotor pada tekanan p3 dan mengalir melalui difuser pada bagian 4 (Gambar 5.1) pada tekanan atmosfer.


 

Gambar 5.1 Irisan longitudinal turbin aliran radial. Sumber: Logan, hal. 154.

Persamaan kekekalan energi pada bagian 1 dan 2 adalah (Logan, hal. 153)

    (5.1)

Karena properti total di dalam rumah keong biasanya diketahui maka dapat dituliskan (Logan, hal. 155)

    (5.2)

Demikian juga persamaan energi pada difuser buang akan berbentuk (Logan, hal. 155)

    (5.3)

Dengan menerapkan persamaan aliran adiabatik (4.9) dan (4.16) pada rotor turbin maka

    (5.4)

Dan

    (5.5)


 

Gambar 5.2 Irisan transversal turbin aliran radial. Sumber: Logan, hal. 154.

Meskipun Vu3 = 0 untuk turbin gas IFR, tapi terlebih dahulu dijabarkan segitiga kecepatan secara umum, yang mana W2 tidaklah radial dan V2 tidak pada arah aksial. Pada kasus ini, dapat dituliskan persamaan-persamaan berikut (Logan, hal. 155)


 

Gambar 5.3 Diagram kecepatan tubin gas aliran radial.
Sumber: Logan., hal. 155.

    (5.6)

    (5.7)

    (5.8)

    (5.9)

    (5.10)

    (5.11)

Substitusi persamaan (5.8) dan (5.9) ke dalam persamaan (5.10) dan (5.11), dengan menerapkan persamaan (5.6), (5.8) dan (5.4) akan menghasilkan

    (5.12)

Jika gas yang bergerak dianggap diam terhadap rotor yang bergerak (tidak ada kecepatan relatif) pada setiap titik pada laluan rotor, maka entalpinya pada setiap titik akan berupa entalpi total relatif (Logan, hal. 156)

    (5.13)


 

Gambar 5.4 Proses termodinamika turbin gas aliran radial.
Sumber: Logan, hal. 157.

dan tekanan dan suhu total relatif gas dinotasikan dengan PoR dan ToR. Kondisi stagnasi (atau total) relatif digambarkan dengan diagram suhu-entropi pada Gambar 5.4. Suhu pada keadaan ini didapat dari persamaan (5.13) dibagi dengan cp, yaitu

    (5.14)

dan

    (5.15)

Pada Gambar 5.4 titik 2 dan 02R memiliki garis entropi yang sama, maka

    (5.16)

Hubungan isentropik antara titik 3 dan 03R akan mengikuti hubungan

    (5.17)

Hubungan yang sama berlaku untuk properti total absolut yang digambarkan Gambar 5.4 seperti 01, 02 dan 03, maka dapat dihasilkan persaman-persamaan untuk properti total pada titik-titik ini.

    (5.18)

    (5.19)

    (5.20)

    (5.21)

    (5.22)

    (5.23)

    (5.24)

    (5.25)

    (5.26)

Untuk turbin gas IFR 90o (aliran masuk radial dengan W2 = Vr2), persamaan dasar dapat disederhanakan. Karena Vu2 = U2 dan Vu3 = 0, maka

    (5.27)

    (5.28)

    (5.29)

dan

    (5.30)

Substitusi persamaan di atas ke dalam persamaan (5.12) akan menghasilkan persamaan untuk perbandingan suhu rotor.

    (5.31)

Pada Gambar 5.4 proses isentropik terjadi antara kondisi stagnasi 01, ditandai dengan Po1 dan To1, dan kondisi aliran buang rotor, ditandai dengan P3 dan T3'. Ekspansi ideal 01 sampai dengan 03' dapat terjadi pada turbin ideal atau pada nosel ideal. Proses turbin dapat diidealkan lebih lanjut dengan menganggap gas buang meninggalkan turbin dengan energi kinetik nol. Yaitu V3' → 0; kemudian ho3' → h3', dan persamaan (5.6) bila diterapkan pada turbin ideal akan menjadi (Logan, hal. 159)

    (5.32)

Perhatikan bahwa V3' → 0 dan menerapkan persamaan (5.2), maka didapat

    (5.33)

Proses ideal dari keadaan 01 ke 3', seperti telah dijelaskan pada Gambar 5.4, dapat juga terjadi pada nosel ideal. Pada kasus ini, kecepatan keluar menjadi kecepatan keluar nosel maksimum co yang disebut dengan kecepatan pancaran (spouting velocity). Dengan persamaan (5.2), pada nosel ideal, dapat dituliskan (Logan, hal.160)

    (5.34)

Dengan mengevaluasi ruas kiri persamaan (5.33) dan (5.34) didapat

    (5.35)

Substitusi untuk Ei dengan persamaan (5.27) diperoleh

    (5.36)

yang merupakan kecepatan ujung rotor untuk turbin gas IRF 90o ideal. Efisiensi turbin pada turbin ideal adalah 100% jika efisiensi total-ke-total atau efisiensi total-ke-statik digunakan.

Efisiensi total-ke-statik didefinisikan sebagai (Logan, hal. 160)

    (5.37)

Dari persamaan (5.2) dan (5.4) jelaslah bahwa pembilang pada persamaan (5.37) menggambarkan transfer energi E pada turbin aktual, yang mana persamaan (5.33) menunjukkan bahwa penyebut pada persamaan (5.37) merupakan transfer energi Ei pada turbin ideal. Bentuk alternatif persamaan (5.37) diperoleh dengan melibatkan persamaan (5.35), dengan demikian dapat ditulis (Logan, hal. 160)

    (5.38)

Secara praktis, persamaan (5.36) memungkinkan untuk memperkirakan batas atas kecepatan ujung rotor untuk kondisi keluaran yang diberikan. Hal ini diberikan dengan persamaan kecepatan pancaran (Logan, hal. 161),

    (5.39)

Persamaan di atas dapat dijabarkan dari persamaan (5.34).

Efisiensi total-ke-total didefinisikan sebagai (Logan, hal. 161)

    (5.40)

dengan

    (5.41)

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa Po3' = Po3 dan P3' = P3. Terlihat juga bahwa keadaan 03 dan 3, 03' dan 3', dan 01 dan 3' terhubung oleh proses isentropik, dengan demikian

    (5.42)

    (5.43)

    (5.44)

Perbandingan tekanan dapat dituliskan (Logan, hal. 162)

    (5.45)

Apabila pembilang dan penyebut persamaan (5.40) dibagi dengan cp maka didapat

    (5.46)

Harga To3' pada persamaan di atas dapat dihitung dengan persamaan (5.44) dan (5.45). Dengan membagi persamaan (5.41) dengan cp maka didapat

    (5.47)

Persamaan di atas dapat juga digunakan untuk menghitung V3'.

Dengan mengkombinasikan persamaan (5.4), (5.37), (5.41) dan (5.47) akan menghasilkan

    (5.48)

Apabila diasumsikan U2, U3, b2 dan g3 diketahui, dan tekanan dan suhu rumah keong Po1 dan To1, dan tekanan buang turbin P3 juga diketahui, maka efisiensi hts dapat dihitung dengan persamaan (5.48).

Suhu total buang turbin To3 dari persamaan (5.4) dapat juga ditulis

    (5.49)

Suhu buang statis turbin T3 dapat dihitung dengan persamaan (7.23), dan suhu buang ideal T3' dihitung dengan persamaan (5.44). Dengan mengganti harga-harga ini ke dalam persamaan (5.48) maka akan didapatkan hts.

Jika hanya U2, U3 dan a2 yang diketahui, maka koefisien rugi-rugi lN dan lR harus diketahui untuk menentukan efisiensi.

Koefisien rugi-rugi nosel didefinisikan sebagai (Logan, hal. 163)

    (5.50)

Koefisien ini digunakan untuk menghitung T2' (lihat Gambar 5.4). Karena P2 = P2', maka dapat dituliskan

    (5.51)

Karena P3 = P3', maka hubungan isentropiknya

    (5.52)

Koefisien rugi-rugi rotor lR didefinisikan dengan (Logan, hal. 163)

    (5.53)

harga lR juga menghubungan besaran-besaran b3 dan T3, yaitu (Logan, hal. 163)

    (5.54)

Hubungan yang kedua diberikan oleh persamaan (5.23) dan (5.29), yaitu

    (5.55)

Alternatif lain untuk menghitung hts dari koefisien rugi-rugi adalah dengan menggunakan diagram Balje. Diagram ini terdiri kurva-kurva tertutup isoefisiensi yang diplot terhadap kecepatan spesifik dan diameter spesifik. Diagram Balje untuk turbin gas IFR 90o digambarkan pada Gambar 5.5. Efisiensi pada Gambar 5.5 bersifat konservatif, kecuali pada daerah yang diarsir. Daerah ini memiliki efisiensi 0,9.

Hubungan antara kecepatan pancaran co dan kecepatan spesifik Ns dan diameter spesifik Ds adalah

    (5.56)

    (5.57)

dengan Q3 adalah debit gas pada kondisi gas buang turbin.

Jika persamaan (5.56) dan (5.57) dikalikan, maka didapat

    (5.58)    


 

Gambar 5.5 Diagram Balje untuk turbin gas aliran radial 90o.
Sumber: Logan, hal. 164.


 

Gambar 5.6 Arus relatif pada turbin gas IFR 90o.

Gambar 5.6 menunjukkan arus relatif yang berlawanan arah dengan arah putaran rotor pada turbin gas IFR 90o. Harga optimum b2 adalah (lihat Gambar 5.6)

    (5.59)

dengan nB adalah jumlah sudu. Jumlah minimum sudu untuk menghindari aliran balik adalah

    (5.60)

Apabila sudut datang dipilih nol, maka persamaan (5.27) digunakan untuk menghitung E. Sedangkan apabila sudut datang negatif, maka E dihitung dengan persamaan (5.5) dengan Vu3 = 0 dan

    (5.61)

dan

    (5.62)

Apabila transfer energi telah dihitung, dan laju aliran massa telah diketahui, maka daya dapat dihitung dengan

    (5.63)

D3S dan D3H dihitung dengan perbandingan diameter yang dipilih dari Tabel 5.1 dan kemudian dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan jangkauan yang dianjurkan b3 dan V3/U2 pada Tabel 5.1. Kecepatan keluar rotor V3 dan lebar aksial b2 dihitung dengan

    (5.64)

dan

    (5.65)

dengan

    (5.66)

Tabel 5.1 Parameter disain turbin gas IFR 90o.

Parameter 

Jangkauan yang dianjurkan 

Sumber 

a2

68 – 75o

Dixon, Rohlik 

b3

50 – 70o

Whitfield & Baines 

D3H/D3S

<0,4 

Dixon, Rohlik 

D3S/D2

<0,7 

Dixon, Rohlik 

D3/D2

0,53 – 0,66

Whitfield & Baines 

b2/D2

0,05 – 0,15 

Whitfield & Baines, Dixon, Rohlik 

U2/co

0,55 – 0,8 

Gambar 5.5

W3/W2

2 – 2,5 

Ribaud & Mischell 

V3/U2

0,15 – 0,5 

Whitfield & Baines 

lR

0,4 – 0,8 

Dixon 

lN

0,06 – 0,24 

-

  

Sumber: Logan, hal. 166 


 

Sudut b3 dihitung dengan

    (5.67)

Harga U3 pada persamaan (5.67) didasarkan pada harga rata-rata rms (root mean square) diameter

    (5.68)

Properti gas sebelum masuk turbin

Saat gas hasil pembakaran di dalam silinder bercampur dengan udara segar, maka suhu gas akan turun menjadi Teg (exhaust gas temperature) di dalam pipa-pipa buang. Kesetimbangan energinya dapat ditulis (Petrovsky, hal. 209)


 

dengan,

Qeg    : jumlah panas campuran gas hasil pembakaran dan udara segar dari blower.

Qcp    : jumlah panas gas hasil pembakaran (combustion product).

Qsc    : jumlah panas udara segar untuk membilas (scavanging) silinder.

Maka persamaan di atas dapat ditulis


 

dengan demikian suhu gas buang di dalam pipa buang

    (5.69)

dengan,

tsup    : suhu supercharging.

(mcp)cp, (mcp)a, (mcp)eg    : panas spesifik isobarik molar rata-rata gas hasil pembakaran, udara dan gas buang pada temperatur 0 – t oC.

Mcp    : jumlah mol gas hasil pembakaran.

Msc    : jumlah mol udara bilas (scavange air).

Meg    : jumlah mol gas buang.

Karena panas spesifik isobarik molar rata-rata gas buang


 

dan


 

    (5.70)

Panas spesifik (mcp)cp = (mcv)cp + 1,985. Substitusi Mcp, Meg, Msc ke dalam persamaan (5.69) maka didapat

    (5.71)

Tekanan gas di dalam pipa buang diasumsikan (Petrovsky, hal. 237)


 

Sesuai asumsi bahwa tekanan yang dihasilkan kompresor adalah 1,4 kg/cm2 (1,3553 atma), maka dengan demikian tekanan gas di dalam pipa buang pep adalah


 

Untuk selanjutnya, pada pembahasan turbin, pep akan dinotasikan dengan P1, yaitu tekanan gas saat memasuki turbin.

Suhu gas dari silinder yang mengalir ke pipa buang adalah (Petrovsky, hal. 211)

    (5.72)

dengan m adalah eksponen politropik sebesar 1,33. Dengan demikian suhu gas buang yang mengalir menuju pipa buang


 

Kapasitas panas isobarik molar rata-rata gas hasil pembakaran dari 0 – t oC adalah (Petrovsky, hal. 237)

    (5.73)

Harga-harga (mcp)CO2, (mcp)H2O, (mcp)N2 dan (mcp)O2 dapat dicari dengan interpolasi Tabel 1 (Petrovsky, hal. 49).

Tabel 5.2 Kapasitas panas isobarik molar rata-rata dalam kkal/(mol oC).

Suhu (oC)

O2

N2

CO2

H2O

Udara 

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000 

6,984

7,049

7,151

7,260

7,376

7,483

7,587

7,679

7,765

7,852

7,911

6,921

6,940

6,962

6,998

7,050

7,112

7,179

7,250

7,321

7,389

7,454

8,528

9,172

9,617

10,016

10,372

10,688

10,971

11,224

11,452

11,665

11,851

8,001

8,059

8,149

8,258

8,381

8,510

8,645

8,787

8,931

9,078

9,224

6,933

6,962

6,999

7,052

7,116

7,189

7,263

7,339

7,412

7,482

7,548

Sumber: Petrovsky, hal. 49. 


 

Dengan memasukkan harga kapasitas panas untuk tiap-tiap gas maka harga kapasitas panas isobarik molar rata-rata gas hasil pembakaran bersuhu 692,392 K (419,392 oC) adalah


 

Kapasitas panas isokorik molar rata-rata udara bilas untuk suhu 72,7298 oC (didapat dari hasil perhitungan suhu isap mesin dengan turbocharger) adalah


 

Kapasitas panas isobarik molar rata-rata gas buang (gas hasil pembakran ditambah dengan udara bilas) dihitung dengan persamaan (5.70) dengan asumsi koefisien udara bilas berlebih Dsc sebesar 0,3 (Petrovsky, hal. 209)


 

Suhu gas buang sebelum masuk turbin teg dihitung dengan persamaan (5.71)


 

Untuk selanjutnya, pada pembahasan suhu pada turbin, suhu teg dinotasikan dengan T1 yaitu suhu gas memasuki turbin.

Jumlah gas buang yang masuk turbin gas tiap detik (Petrovsky, hal. 238)

    (5.74)

dengan ma adalah massa molekul udara sebesar 28,95 kg/mol. Sama seperti pada kompresor, turbin juga beroperasi efektif pada saat mesin mencapai kecepatan 2500 rpm.


 


 

Gambar 5.7 Hubungan kecepatan mesin dengan laju aliran gas buang.

Untuk selanjutnya laju aliran massa Weg dinotasikan dengan .

Kecepatan gas buang dihitung dengan (Petrovsky, hal. 475)

    (5.75)

dengan,

x    : koefisien unit turbo-blower.

g    : percepatan gravitasi (9,81 m/s2).

Wad    : kerja adiabatik.

ht.sup    : efisiensi unit turbo-blower. ht.sup = ht
´
hc.

Koefisien unit turbo-blower didefinisikan dengan (Petrovksy, hal. 475)

    (5.76)


 

Kerja adiabatik dihitung dengan (Petrovsky, hal. 471)

    (5.77)

Dari perhitungan termodinamika pada Bab III diasumsikan tekanan Psup = 1,3553 atm dan tekanan udara luar 1 atm. Maka kerja adiabatik


 

Dari pembahasan kompresor pada bab sebelumnya didapat efisiensi kompresor 0,7. Apabila diasumsikan efisiensi turbin gas 0,8 maka ht.sup = 0,7 ´ 0,8 = 0,56. Dengan demikian kecepatan gas buang dihitung dengan persamaan (5.74)


 

Karena c1 adalah kecepatan gas keluar silinder, maka untuk pembahasan pada kecepatan turbin c1 akan dinotasikan dengan V1 yaitu kecepatan gas masuk turbin di dalam rumah keong.

Perancangan rotor

Harga kalor jenis tekanan konstan cp untuk udara bersuhu 615,4 K (1107,7 R) adalah 0,2519328 Btu/(lbm-R) atau 196 ft-lbf/lbm-R atau 6306,2236 ft-lbf/slug-R dan harga eksponen adiabatiknya adalah 1,3741.

Dengan persamaan (5.21) dapat dihitung suhu total gas saat memasuki turbin


 

Dengan persamaan (5.24) dapat dihitung tekanan total gas saat memasuki turbin


 

Kecepatan pancaran dihitung dengan persamaan (5.39) dengan mengasumsikan tekanan pada titik 3 sebesar 14,7 psia (tekanan udara luar).


 

Dari diagram Balje (Gambar 5.5) dipilih Ns = 0,5 dan Ds = 3 sesuai asumsi efisiensi turbin 0,8. Dengan demikian NsDs = 1,5 dan dari persamaan (5.58) didapat perbandingan U2/co


 

dan kecepatan keliling U2 adalah sebesar


 

dengan demikian diameter rotor D2


 

Transfer energi E dihitung dengan persamaan (5.27)


 

Daya turbin dihitung dengan persamaan (5.63)


 

Daya ini sudah cukup untuk disuplai ke kompresor yang hanya membutuhkan daya 2,5 hp saja.

Dari Tabel 5.1 dipilih D3S = 0,7D2 = 0,171 ft = 52,13 mm. Jika a2 dipilih sebesar 75o, maka W2 dapat dihitung dengan persamaan (5.28)


 

dan


 

Jika persamaan (5.2) dibagi dengan cp maka didapatkan T2


 

Dengan menganggap lN sebesar 0,24 dan menggunakan persamaan (5.50) dapat dihitung harga T2'


 

dari persamaan (5.51) dapat dihitung p2


 

Dengan persamaan (5.22) dapat dihitung suhu total pada titik 2


 

dan dengan persamaan (5.25) dapat dihitung tekanan total pada titik 2


 

maka dengan po2 dan To2 dapat dihitung massa jenis total pada titik 2


 

dan dari persamaan gas ideal dapat dihitung massa jenis udara pada titik 2


 

Dari persamaan (5.65) dapat dihitung lebar sudu


 

Perbandingan lebar sudu dan diameter rotor b2/D2 = 0,09157. Harga ini masih dalam jangkauan disain. Dari Tabel 5.1 diameter D3H dipilih 0,4D3S = 0,06841 ft (20,85 mm). Besar D3 dihitung dengan persamaan (5.68)


 

dan perbandingan D3 dan D2 adalah sebesar 0,5331. Harga ini masih dalam jangkauan disain. Dan harga U3 adalah


 

Suhu total pada titik 3 To3 dihitung dengan persamaan (5.49)


 

Luas daerah aliran pada titik 3 dihitung dengan persamaan (5.66)


 

dengan menggabungkan persamaan (5.23) dan (5.64) didapat persamaan


 

Jika persamaan di atas diselesaikan akan menghasilkan T3 = 1120,8 R, dan massa jenisnya dihitung dengan persamaan gas ideal


 

Kecepatan gas V3 dihitung dengan persamaan (5.64)


 

Sudut b3 dihitung dengan persamaan (5.67)


 

Harga ini masih dalam jangkauan disain karena berada pada interval 50o – 70o.

Dari persamaan (5.30) dihitung W3


 

dan perbandingan W3 dan W2 sebesar 2,257. Harga ini masih dalam jangkauan disain.

Jumlah sudu dihitung dengan persamaan (5.60)


 

dipilih 14 sudu.


 

Gambar 5.8 Disain akhir sudu impeler turbin.

Perancangan sudu stator

Ruang bebas diametral dapat dipilih 1/64 sampai 1/8 inci (Church, hal. 124). Diameter ini harus sekecil mungkin untuk memperoleh efisiensi yang tinggi. Dipilih diameter ruang bebas diametral sebesar 1/16 (1,5875 mm). Dengan demikian diameter dalam stator adalah 2,9319 + 2(1/16) = 3,0569 inci.

Untuk merancang sudu stator digunakan perhitungan tegangan geser yang terjadi pada kaki sudu. Tegangan ini mengimbangi tekanan yang diterima oleh permukaan tegak sudu.


 

Gambar 5.9 Tegangan geser yang terjadi pada sudu stator.

Tekanan yang terjadi pada permukaan sudu Fp/A1 diimbangi oleh tegangan geser sg yang terjadi pada kaki sudu Fg/A2. Dengan A1 = bL dan A2 = tL. Jika direncanakan tinggi sudu b = 10 mm, panjang sudu L = 15 mm, dan dari perhitungan tekanan udara total memasuki turbin po1 sebesar 21,4 psia (1,5046 kg/cm2 atau 0,015046 kg/mm2) maka gaya tekan (dalam kg) yang terjadi pada sisi sudu adalah


 

yang mana gaya ini harus sama dengan gaya geser Fg. Tegangan yang terjadi pada kaki sudu adalah Fg/(tL), dan berdasarkan kesetimbangan gaya Fg = Fp = 2,2569 kg. Jika digunakan bahan paduan alumunium Al-Cu-Mg (17S) dengan tegangan geser 12,7 kg/mm2, maka tebal sudu t minimum adalah


 

Karena tebal sudu dari hasil perhitungan sangat kecil maka dipilih tebal 1 mm. Pemilihan ini juga merupakan faktor keamanan sudu.


 

Gambar 5.10 Sketsa sudu rotor dan sudu stator.

Dengan geometri dapat dihitung diameter luar stator, tapi agar langkah disain menjadi lebih cepat maka digunakan bantuan CAD (Computer Aided Design). Pada sudut dan panjang sudu stator tertentu diperoleh diameter luar stator yang tertentu pula. Dari Gambar 5.10 terlihat diameter luar stator sebesar 3,55 inci. Diameter ini kemudian akan menjadi diameter dasar rumah keong.

Perencanaan rumah keong

Perhitungan rumah keong pada turbin sama dengan perhitungan rumah keong pada kompresor. Hanya saja yang membedakan adalah arah alirannya. Arah aliran pada turbin adalah dari luar ke dalam secara radial. Massa jenis gas yang memasuki rumah keong adalah


 

dan debit gas memasuki turbin


 

Lebar dasar rumah keong adalah 10 mm (0,4 inci). Sama seperti pada rumah keong kompresor, lebar dasar rumah keong diperoleh dengan menambahkan lebar sudu pada ujung impeler (6,82 mm) dengan clearence. Dengan jari-jari dasar 3,55/2 = 1,775 inci. Persamaan (4.50) dapat ditulis


 

Maka bentuk rumah keong dapat diintegrasikan sebagai berikut:

Tabel 5.3 Integrasi rumah keong.

R

in. 

ΔR

in. 

Rrata-rata

in. 

brata-rata

in. 

 

Δθo

θo

1.775 

  

0.4 

  

0 

 

0.025 

1.7875 

0.4144325 

0.0057963 

4.4457301 

 

1.8 

     

4.4457301 

 

0.1 

1.85 

0.4865948 

0.0263024 

20.173959 

 

1.9 

     

24.619689 

 

0.1 

1.95 

0.6020546 

0.0308746 

23.680814 

 

2 

     

48.300503 

 

0.1 

2.05 

0.7175144 

0.0350007 

26.845538 

 

2.1 

     

75.14604 

 

0.1 

2.15 

0.8329741 

0.038743 

29.715868 

 

2.2 

     

104.86191 

 

0.1 

2.25 

0.9484339 

0.0421526 

32.331058 

 

2.3 

     

137.19297 

 

0.1 

2.35 

1.0638937 

0.0452721 

34.723679 

 

2.4 

     

171.91665

 

0.1 

2.45 

1.1793534 

0.0481369 

36.920983 

 

2.5 

     

208.83763 

 

0.1 

2.55 

1.2948132 

0.050777 

38.94595 

 

2.6 

     

247.78358 

 

0.1 

2.65 

1.410273 

0.0532178 

40.81809 

 

2.7 

     

288.60167 

 

0.1 

2.75 

1.5257328 

0.0554812 

42.554074 

 

2.8 

     

331.15574 

 

0.066

2.833 

1.6215644 

0.0377774 

28.975232 

 

2.866 

     

360.13097 

 

0.034 

2.883 

1.6792942 

0.0198044 

15.189953 

 

2.9 

     

375.32093 


 

Seperti halnya pada kompresor, perancangan rumah keong turbin juga menggunakan bentuk penampang lingkaran.

Radius lidah (tongue) dibuat kira-kira 5% – 10% lebih besar daripada radius luar impeler R2. Sudut lidah (tongue angle) ft dapat dicari dengan menggunakan persamaan (4.53). Dengan membuat jari-jari lidah 1,05 ´ 1,775 = 1,86375 inci dan dari perhitungan diketahui sudut kecepatan absolut fluida keluar dari impeler a2 = 75o, maka persamaan (4.53) menjadi


 

Pemilihan material turbin gas

Karena rotor mengalami beban sentrifugal dan juga beban panas dari gas hasil pembakaran, maka diperlukan material yang dapat mengatasi pembebanan ini. Pada perancangan kali ini digunakan alumunium paduan dengan spesifikasi sebagai berikut:

Massa jenis    : 2,8 gr/cm3

Modulus elastisitas    : 10,5 ´ 106 psi

Yield strength    : 44 ´ 103 psi

Ultimate strength    : 69 ´ 103 psi

Coefficient of thermal expansion    : 12,9 ´ 10-6 psi

Tegangan sentrifugal

Tegangan yang terjadi dapat diperkirakan dengan persamaan berikut ini (Khurmi, hal. 54)

    (5.78)

dengan,

r    : massa jenis (2,8 gr/cm3 = 0,102 lb/m3)

n    : putaran per menit (rpm)

g    : percepatan gravitasi (9,81 m/s2 = 386,22 in/s2)

S    : luas laluan

Luas laluan adalah luas yang dilewati gas yaitu

    (5.79)

Dari perhitungan diketahui diameter impeler 2,932 inci dan diameter hub 0,82 inci. Dengan demikian luas laluan


 

dan tegangan sentrifugal


 

Tegangan suhu (thermal stress)

Thermal stress diakibatkan oleh aliran gas yang bersuhu tinggi. Tegangan ini dapat didekati dengan persamaan berikut (Khrumi, hal. 54)

    (5.80)

dengan,

E    : modulus elastisitas (10,5 ´ 106 psi)

e    : regangan

Regangan akibat perubahan suhu dapat dihitung dengan (Khrumi, hal. 54)

    (5.81)

dengan a adalah koefisien ekspansi termal
dan T adalah penurunan suhu saat gas melewati turbin, T = To1 – To3.


 

Dengan demikan tegangan suhu


 

Tegangan rata-rata dari kedua tegangan ini


 

Tegangan rata-rata yang dihasilkan masih berada di bawah yield strength.


PERENCANAAN POROS, PASAK,
BANTALAN DAN PELUMASAN

Perencanaan poros

Perhitungan diameter poros

Poros yang dirancang akan mentransmisikan daya sebesar 2,89 hp (didapat dari perhitungan daya turbin gas). Daya ini setara dengan 2,16 kW. Poros akan beroperasi pada 50000 rpm, maka torsi yang terjadi pada poros adalah (Sularso, hal. 7)

    (6.1)

dengan Pd adalah daya yang telah dikoreksi, yaitu Pd = P ´ fc. Untuk daya rata-rata, faktor koreksi fc dapat diambil 1 (Sularso, hal. 7). Maka torsi yang terjadi sebesar


 

Berat rotor kompresor dan rotor turbin dapat dihitung secara presisi dengan bantuan CAD. Meskipun dapat digambarkan secara tiga dimensi, tapi karena diameter poros belum diketahui, maka rotor digambar dan dihitung dengan kondisi tanpa lubang poros.


 

Gambar 6.1 Pandangan samping impeler kompresor.


 


 

Gambar 6.2 Pandangan samping impeler turbin.

Dengan bantuan CAD didapatkan volume impeler kompresor 54986,9280 mm3 dan volume impeler turbin 47892,1792 mm3. Jika digunakan bahan alumunium dengan massa jenis 2,8 gr/cm3, maka massa tiap impeler


 


 

Poros yang direncanakan memiliki panjang 150 mm dan terbuat dari bahan S40C dengan tegangan tarik ijin sB = 55 kg/mm2. Poros yang sebenarnya akan sedikit lebih panjang karena untuk menyesuaikan dengan dudukan rotor. Poros direncanakan ditopang dengan dua bantalan luncur di antara rotor turbin dan kompresor. Beban yang dikenakan pada poros relatif kecil karena dianggap hanya merupakan beban dari berat impeler. Di sini sama sekali tidak ada gaya aksi-reaksi yang besar seperti pada roda gigi ataupun puli. Tekanan yang dikenakan pada impeler karena adanya tekanan fluida juga relatif kecil pada arah aksial. Tekanan pada impeler turbin dan impeler kompresor ini berlawanan arah dan sulit diperhitungkan. Maka untuk kepraktisan resultan tekanan ini diabaikan besarnya dan tidak dimasukkan dalam perhitungan.


 

Gambar 6.3 Ilustrasi pembebanan pada poros.

Dari ilustrasi di atas dapat dihitung momen yang terjadi pada bantalan. Momen yang terjadi pada bantalan kiri adalah sebesar 0,134 ´ 50 = 6,7 kgmm dan pada bantalan kanan 0,154 ´ 50 = 7,7 kgmm. Untuk perhitungan diameter poros dipilih momen terbesar yaitu 7,7 kgmm.

Jika digunakan faktor keamanan untuk kelelahan puntir Sf1 sebesar 6 (diambil maksimal) dan faktor keamanan untuk konsentrasi tegangan Sf2 sebesar 2 (diambil rata-rata), maka tegangan geser ijin adalah sebesar (Sularso, hal. 8)

    (6.2)


 

Diameter poros dapat ditentukan dengan (Sularso, hal. 18)

    (6.3)

dengan Km adalah faktor untuk beban tumbukan dan Kt adalah faktor untuk momen puntir. Jika Km dipilih 2 dan Kt dipilih 3, maka diameter poros adalah sebesar


 

Dipilih diameter poros 30 mm. Pemilihan ini untuk mengantisipasi kecepatan kritis. Faktor konsentrasi tegangan b dihitung dengan Gambar 6.4. Jika digunakan filet poros sebesar 2 mm, maka harga r/ds adalah 2/15 = 0,133. Sehingga diperkirakan dengan tegangan tertinggi (pada D/ds = 2) harga konsentrasi tegangannya 1,35. Tegangan geser yang terjadi adalah (Sularso, hal. 18)

    (6.4)


 


 

Gambar 6.4 Faktor konsentrasi tegangan b untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat dengan pengecilan diameter yang diberi filet.
Sumber: Sularso, hal. 11.

Jika ta´Sf2 dibandingkan dengan tmaks´b; 4,58´2 > 2,88´1,35. Syarat ini terpenuhi, dengan demikian pemilihan diameter poros berada pada kondisi aman.

Kecepatan kritis dan defleksi

Berat rotor turbin 0,134 kg dan berat rotor kompresor 0,154 kg. Berat poros dihitung dengan pendekatan bentuk silinder.

    (6.5)

dengan L adalah panjang poros dan r adalah massa jenis poros. Baja S40C memiliki massa jenis 7,86 gr/cm3.


 

Kecepatan kritis dihitung dengan menghitung masing-masing kecepatan kritis dari tiap komponen, yaitu rotor turbin, rotor kompresor dan juga poros.

Kecepatan kritis dihitung dengan (Sularso, hal. 19)

    (6.6)

dengan l1 dan l2 adalah jarak komponen dari bantalan 1 dan 2. W adalah massa komponen yang ditinjau.

Kecepatan kritis rotor turbin


 

Kecepatan kritis rotor kompresor


 

Kecepatan kritis poros jika pusat massa berada tepat di tengah-tengah


 

Kecepatan kritis total dihitung dengan (Sularso, hal. 19)

    (6.7)


 

Perbandingan kecepatan normal dan kecepatan kritis 50000/78466 = 0,4987 (49,87%). Prosentase ini masih berada jauh di bawah batas yang dianjurkan yaitu 80% (Sularso, hal. 19). Meskipun demikian, dapat dimungkinkan kecepatan rotor melebihi 50000 rpm. Hal ini dapat terjadi apabila kecepatan mesin dipacu melebihi 2500 rpm. Tapi diperkirakan laju aliran massa gas buang pada kecepatan mesin yang tinggi tidak akan membuat rotor beroperasi melebihi kecepatan kritisnya. Mesin dapat beroperasi mencapai kecepatan 3900 rpm yaitu pada daya maksimal. Pada kecepatan ini laju aliran massanya kira-kira dua setengah kali dari kecepatan normalnya (lihat Gambar 5.7).

Defleksi puntiran dihitung dengan persamaan berikut (Sularso, hal. 18)

    (6.8)

dengan G adalah modulus geser. Untuk baja G = 8,3 ´ 103 kg/mm2.


 

Defleksi puntiran yang terjadi untuk sistem ini adalah sebesar (5,47 ´10-4)o. Sedangkan defleksi puntiran untuk tiap meter adalah


 

Harga ini masih di bawah harga maksimum yang diijinkan yaitu 0,25o per meter (Sularso, hal. 18). Defleksi akibat lenturan (momen) juga harus diperhitungkan. Harga defleksi lenturan dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sularso, hal. 18)

    (6.9)

dengan F adalah resultan gaya, l1 dan l2 adalah jarak resultan gaya terhadap kedua bantalan. Jika jarak resultan gaya dari bantalan pertama adalah x, maka pada jarak x ini jumlah momennya nol.


 

Gambar 6.5 Letak resultan gaya R.

Gaya resultan F pada titik R adalah sebesar 0,114 + 0,174 = 0,288 kg (ke bawah). Persamaan jumlah momen pada titik R


 

Maka defleksi lenturan yang terjadi


 

dan harga y/l = 8,09 ´ 10-7/0,1 = 8,09 ´ 10-6 mm/m; harga ini masih di bawah batas yang diijinkan yaitu (0,3 – 0,35 mm/m).

Perencanaan pasak

Karena pasak dipasang pada poros yang diperkecil dengan diameter 15 mm (jari-jari 7,5 mm). Untuk poros dengan diameter 15 mm digunakan pasak berukuran 5 ´ 5 mm. Gaya geser yang terjadi pada pasak


 

Gaya ini kemudian didistribusikan di sepanjang penampang pasak. Bahan pasak direncanakan terbuat dari bahan baja S30C dengan kekuatan tarik sB sebesar 48 kg/mm2.

Jika digunakan faktor keamanan yang sama seperti pada perhitungan poros Sf1 = 6 dan Sf2 = 2, maka tegangan geser ijin adalah sebesar


 

dan panjang pasak minimum adalah


 

Panjang pasak dipilih 16 mm.

Perencanaan bantalan dan pelumasan

Bantalan yang digunakan adalah bantalan luncur radial. Bantalan luncur memiliki tingkat kebisingan yang rendah jika dibandingkan dengan bantalan bola (gelinding). Karena pembebanan yang terjadi hanya kecil yaitu hanya beban dari berat rotor dan juga poros, maka bantalan luncur dapat digunakan untuk perancangan kali ini.

Gaya aksial yang terjadi adalah akibat kelembaman fluida saat didorong rotor. Fluida ini kemudian memberikan reaksi mendorong rotor. Gaya reaksi fluida pada rotor sangatlah kecil dan dapat diabaikan besarnya. Namun demikian tetaplah harus dirancang suatu bantalan yang mampu menahan gaya aksial walaupun tidak diperhitungkan besarnya.

Beban bantalan yang pertama dan kedua adalah 0,114 kg dan 0,174 kg (Gambar 6.3). Jika kedua bantalan dibuat sama (identik), maka untuk pembebanan diambil yang terbesar yaitu W = 0,174 kg ditambah dengan setengah massa poros 0,5 ´ 0,833 kg = 0,4165 kg. Dengan demikian berat yang ditopang bantalan adalah 0,174 + 0,4165 = 1 kg. Dipilih bantalan perunggu dengan tekanan maksimum yang diijinkan sebesar pa = 0,7 – 2,0 kg/mm2 dan dengan harga faktor tekanan-kecepatan yang diijinkan sebesar (pv)a = 0,2 [kg/mm2 m/s].

Panjang bantalan dihitung dengan persamaan berikut (Sularso, hal. 114)


 


 

Panjang bantalan dipilih 20 mm. Jika poros memiliki tegangan lentur ijin σa = 4 kg/mm2, maka diameter poros (Sularso, hal. 108)

    


 

Dari perhitungan bantalan didapat diameter poros hanya sebesar 2,9 mm. Dengan demikian pemilihan diameter poros sebesar 23 mm pada bantalan masih dapat diterima. Perbandingan l/d = 0,8696. Harga ini terletak antara 0,5 – 2,0; jadi dapat diterima (Sularso, hal. 122).

Tekanan pada bantalan adalah sebesar

    


 

Jika pada bagian bantalan terpasang poros yang memiliki diameter 23 mm, maka kecepatan keliling poros adalah sebesar


 

Maka harga pv = 0,0022 × 60,214 = 0,132. Harga p = 0,0022 kg/mm2 dapat diterima karena lebih kecil dari harga pa (0,7 – 2 kg/mm2). Harga pv masih dapat diterima karena terletak pada batasan disain, yaitu lebih kecil dari 2 [kg/mm2 m/s].

Dalam perencanaan pelumasan harus diperhatikan viskositas minyak pelumas untuk memenuhi syarat pelumasan. Harga ZN/p menjadi parameter yang penting dalam memilih tingkat kekentalan minyak pelumas, dengan Z adalah viskositas minyak pelumas dalam cP (centi Poise). Jika digunakan minyak pelumas dengan viskositas 40 cP, maka harga ZN/p


 

Harga ini masih dalam jangkauan disain karena lebih besar dari 400000 (Sularso, hal. 110). Untuk perapat digunakan jenis topi manset yang mampu beroperasi pada kecepatan keliling 75 m/s (Niemann, hal. 316).


 

 

 


PENUTUP

Kesimpulan

Perhitungan-perhitungan di atas dapat diringkas dan disajikan dalam poin-poin sebagai berikut.

  1. Spesifikasi mesin

  1. Tipe mesin    : mesin diesel injeksi langsung 4 langkah
  2. Jumlah silinder    : 4 silinder sebaris
  3. Volume silinder    : 2499 cc
  4. Volume tiap silinder    : 624,75 cc
  5. Daya    : 80 PS (78,904 hp) pada 3900 rpm
  6. Torsi    : 19,5 Nm pada 1800 rpm
  7. Diameter silinder (bore)    : 93 mm (0,093 m)
  8. Langkah silinder (stroke)    : 92 mm (0,092 m)
  9. Perbandingan kompresi    : 1:17,5
  1. Kompresor
    1. Diameter rotor D2    : 3,16 inci (80,3 mm)
    2. Diameter shroud rotor D1S    : 1,63 inci (41,5 mm)
    3. Diameter hub rotor D1H    : 1,13 inci (28,7 mm)
    4. Diameter lubang poros    : 15 mm
    5. Lebar sudu pada sisi keluar b2    : 4 mm
    6. Jumlah sudu rotor nB    : 16
    7. Kecepatan rotor N    : 50000 rpm
    8. Laju aliran massa     : 0,122 lb/s
    9. Sudut sudu pada hub β1H    : 55o
    10. Sudut sudu pada shroud β1S    : 32o
    11. Sudut sudu pada sisi keluar β2    : 43o
    12. Bahan impeler    : alumunium paduan
    13. Massa impeler    : 0,154 kg
  2. Turbin
    1. Diameter rotor D2    : 2,93 inci (74,5 mm)
    2. Diameter shroud D3S    : 2,05 inci (52,1 mm)
    3. Diameter sisi keluar D3    : 1,56 inci (39,7 mm)
    4. Diameter hub D3H    : 0,82 inci (20,9 mm)
    5. Diameter lubang poros    : 15 mm
    6. Jumlah sudu nB    : 14
    7. Laju aliran massa     : 0,125 lb/s
    8. Sudut sudu    : 62o
    9. Tebal sudu stator t    : 1 mm
    10. Tinggi sudu stator b    : 10 mm
    11. Lebar sudu stator L    : 15 mm
    12. Daya yang dibangkitkan    : 2,89 hp
    13. Bahan impeler    : alumunium paduan
    14. Massa impeler    : 0,134 kg
  3. Poros
    1. Diameter poros ds    : 30 mm kemudian diperkecil menjadi 23 mm pada bantalan dan 15 mm pada hub impeler.
    1. Bahan poros    : S40C
      1. Keterangan    : poros dibuat berundak, namun demikian masih berada di atas batas minimal perhitungan
        (5,2 mm).
  4. Pasak
    1. Bahan pasak    : S30C
    2. Panjang pasak    : 16 mm
    3. Lebar dan tinggi pasak    : 5 × 5 mm
    4. Filet pasak    : 0,25 mm
  5. Bantalan
    1. Bahan bantalan    : perunggu
    2. Diameter dalam bantalan    : 23 mm
    3. Diameter luar bantalan    : 35 mm
  6. Pelumasan
    1. Viskositas minyak pelumas    : 40 cP
    2. Sistem pelumasan    : celup
  7. Perapat
    1. Jenis    : topi manset
    2. Batas kecepatan keliling    : 75 m/s                

    Saran

Dalam perancangan yang lebih akurat, digunakan pendekatan yang lebih teliti dalam perhitungannya. Seperti pengandaian gas tidaklah ideal tetapi digunakan perhitungan properti gas yang lebih aktual. Hal ini tampak pada pengandaian gas buang oleh mesin sebagai gas ideal (udara). Hal ini tidaklah benar karena pada kenyataanya gas buang memiliki komposisi yang lebih kompleks dibandingkan dengan udara standar.

Untuk akurasi yang lebih tinggi lagi, perhitungan siklus (Bab III) dapat diganti dengan suatu metode eksperimen langsung. Dengan mengukur kecepatan, suhu, dan tekanan gas buang dengan suatu alat ukur (probe), maka dapat dirancang suatu turbocharger dengan lebih baik. Perhitungan siklus hanyalah pendekatan saja dan juga memiliki banyak kesalahan.


 


 


 


 

 

Daftar Pustaka

  1. Arismunandar, W., Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Penerbit ITB, Bandung, 2002.
  2. Arismunandar, W. & Tsuda K., Motor Diesel Kecepatan Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975.
  3. Church, A. H., Pompa dan Blower Sentrifugal, Erlangga, Jakarta, 1990.
  4. Khrumi, R. S., Strength of Materials.
  5. Logan, Earl, Jr., Turbomachinery, Marcel Dekker, Inc., New York, 1993.
  6. Maleev V. L., Operasi dan Pemeliharaan Mesin Diesel, Erlangga, Jakarta, 1995.
  7. Niemann, Elemen Mesin Jilid 2, Erlangga, Jakarta, 1997.
  8. Palm III, J. W., Introduction to Matlab 6 for Engineers, McGraw Hill Book Company, Inc., New York, 2001.
  9. Petrovsky, N., Marine Internal Combustion Engine, Mir Publishers, Moscow, 1968.
  10. Sularso & Suga, Kiyokatsu, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1997.


 

 

Lampiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar